Sabtu, 16 Juni 2012

contoh artikel PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN INOVATIF PADA PELAJARAN BIOLOGI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA


PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN INOVATIF PADA PELAJARAN BIOLOGI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA

 


oleh
Ida Bagus Putu Arnyana
Jurusan Pendidikan Biologi
Fakultas Pendidikan MIPA,  IKIP Negeri Singaraja


ABSTRAK


Telah dilakukan penelitian Pretest-Postest Nonequivalent Control Group Design dengan judul “Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Inovatif pada Pelajaran Biologi terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMA”. Tujuan penelitian ini adalah menemukan strategi-strategi pembelajaran yang dapat melatih kemampuan  berpikir tingkat tinggi khususnya berpikir kreatif. Dalam penelitian ini dibandingkan strategi pembelajaran inovatif (Kooperatif GI, PBL, dan Inkuiri) dengan model pembelajaran tradisional (DI). Subjek penelitian adalah siswa kelas X SMA Negeri 3 Singaraja. Hasil penelitian ini adalah kelompok siswa yang belajar dengan strategi kooperarif GI, PBL, dan Inkuiri, memiliki kemampuan berpikir kreatif lebih baik dibandingkan dengan kelompok siswa yang diajarkan dengan model DI.

Kata kunci : strategi pembelajaran inovatif, berpikir kreatif


ABSTRACT


            The research has been conducted about, Pretest-Postest Nonequivalent Control Group Design. The effect of the implementation of Inovative Learning Strategy to Creative Thinking Capability of the SMA Students in Biology. The purpose of this research was to discover learning strategy which could train students high thinking capability especially creative thinking. In this research there was a comparation between inovative learning strategies (GI cooperative, PBL, and Inquiry) and DI teaching model. The subjects were the first year students of SMAN 3 Singaraja. The results of this research showed that students groups who learned by implementing GI cooperative strategy, PBL, and Inquiry had a better creative thinking skill than those who learned by DI teaching model.

Key Words: Inovative learning strategy, creative thinking


1.  Pendahuluan
            Kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sudah dilaksanakan di SMA di Singaraja sejak tahun pelajaran 2003/2004 sebagai pengganti Kurikulum 1994. Kurikulum 2004 menuntut agar, setelah proses belajar, siswa memiliki suatu kompetensi sesuai dengan yang ditetapkan dalam suatu mata pelajaran. Kurikulum 2004 menuntut siswa agar memiliki kecakapan hidup. Salah satu kecakapan yang harus dikuasai siswa adalah kecakapan berpikir.
Pada abad pengetahuan, yaitu abad 21, diperlukan sumber daya manusia dengan kualitas tinggi yang memiliki keahlian, yaitu mampu bekerja sama, berpikir tingkat tinggi, kreatif, terampil, memahami berbagai budaya, mampu berkomunikasi, dan mampu belajar sepanjang hayat (life long leaning) (Trilling and Hood, 1999). Galbreath (1999) mengemukakan bahwa, pada abad pengetahuan, modal intelektual, khususnya kecakapan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking), merupakan kebutuhan sebagai tenaga kerja yang handal. Degeng (2003) mengemukakan para lulusan sekolah sampai perguruan tinggi, di samping memiliki kemampuan vokasional (vocasional skills), juga harus memiliki kecakapan berpikir (thinking skills) sehingga Bangsa Indonesia tidak menjadi bangsa “buruh”. Semua pendapat para ahli ini mendukung pendapat John Dewey (1916, dalam Johnson, 2002) yang sejak awal mengharapkan agar siswa diajarkan kecakapan berpikir. Namun, sampai saat ini, kecakapan berpikir  ini belum ditangani secara sungguh-sunguh oleh para guru di sekolah. Hal ini mendukung penemuan Rofi’udin (2000) menyatakan bahwa terjadi keluhan tentang rendahnya kemampuan berpikir kritis-kreatif yang dimiliki oleh lulusan pendidikan dasar sampai perguruan tinggi karena pendidikan berpikir belum ditangani dengan baik. Oleh karena itu, penanganan kecakapan berpikir kritis-kreatif sangat penting diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran.
Johnson (2002), Krulik dan Rudnick (1996) menyatakan berpikir tingkat tinggi dibedakan menjadi berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kritis adalah proses terorganisasi yang melibatkan aktivitas mental seperti dalam peecahan masalah (problem solving), pengambilan keputusan (decision making), analisis asumsi (analyzing asumption), dan inkuiri sains (scientific inquiry). Krulik dan Rudnick (1996) mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh seseorang. Agar mampu memecahkan masalah dengan baik dituntut kemampuan analisis, sintesis, evaluasi, generalisasi, membandingkan, mendeduksi, mengklasifikasi informasi, menyimpulkan, dan  mengambil keputusan.
Berpikir kreatif adalah penggunaan dasar proses berpikir untuk mengembangkan atau menemukan ide atau hasil yang asli (orisinil), estetis, konstruktif yang berhubungan dengan pandangan, konsep, yang penekanannya ada pada aspek berpikir intuitif dan rasional khususnya dalam menggunakan informasi dan bahan untuk memunculkan atau menjelaskannya dengan perspektif asli pemikir. Parkin (1995) mengemukakan berpikir kreatif adalah aktivitas berpikir untuk menghasilkan sesuatu yang kreatif dan orisinil. Baer (1993) mengemukakan, berpikir kreatif merupakan sinonim dari berpikir divergen. Ada 4 indikator berpikir divergen, yaitu (1) fluence  (kemampuan menghasilkan banyak ide), (2) flexibility (kemampuan menghasilkan ide-ide yang bervariasi), (3) originality (kemapuan menghasilkan ide baru atau ide yang sebelumnya tidak ada), dan (4) elaboration (kemampuan mengembangkan atau menambahkan ide-ide sehingga dihasilkan ide yang rinci atau detail). Lebih lanjut, Baer mengemukakan bahwa kreativitas seseorang ditunjukkan dalam berbagai hal, seperti kebiasaan berpikir, sikap, pembawaan atau keperibadian, atau kecakapan dalam memecahkan masalah.
Marzano, et al. (1988) mengemukakan 5 aspek berpikir kreatif berikut ini.  (1) Dalam kreativitas, berkait erat keinginan dan usaha. Untuk menghasilkan sesuatu yang kreatif diperlukan usaha. (2) Kreativitas menghasilkan sesuatu yang berbeda dari yang telah ada. Orang yang kreatif berusaha mencari sesuatu yang baru dan memberikan alternatif terhadap sesuatu yang talah ada. Pemikir kreatif tidak pernah puas terhadap apa yang telah ada atau ditemukan sebelumnya. Mereka selalu ingin menemukan sesuatu yang lebih baik dan lebih efisien. (3) Kreativitas lebih memerlukan evaluasi internal dibandingkan eksternal. Pemikir kreatif harus percaya pada standar yang telah ditentukan sendiri. (4) Kreativitas meliputi ide yang tidak dibatasi. Pemikir kreatif harus bisa melihat suatu masalah dari berbagai aspek (sudut pandang) dan menghasilkan solusi yang baru dan tepat. (5) Kreativitas sering muncul pada saat sedang melakukan sesuatu, seperti Mendeleyev menemukan susunan berkala unsur-unsur pada saat mimpi, dan Arcimedes menemukan hukumnya saat sedang mandi.
Marzano dkk. (1988) menyarankan kepada guru beberapa cara mengajarkan berpikir kritis-kreatif, yaitu (1) mempersiapkan materi pelajaran dengan baik, (2) mendiskusikan materi pelajaran yang kontropersi, (3) mengemukakan masalah yang menimbulkan konflik kognitif, (4) menugaskan siswa menemukan pandangan-pandangan yang bervariasi terhadap suatu masalah, (5) menugaskan siswa menulis artikel untuk diterbitkan dalam suatu jurnal, (6) menganalisis artikel dari koran atau media lain untuk menemukan gagasan-gagasan baru, (7) memberikan masalah untuk menemukan solusi yang berbeda-beda, (8) memberikan bacaan yang berbeda dengan tradisi siswa untuk diperdebatkan atau didiskusikan, dan (9) Mengundang orang yang memiliki pandangan-pandangan yang kontroversial.
            Dalam uraian di atas, tampak betapa pentingnya penerapan strategi-startegi  pembelajaran yang dapat meningkatkan kecakapan berpikir kreatif siswa. Sesuai dengan tuntutan kurikulum ini, strategi pembelajaran yang diharapkan adalah strategi-startegi pembelajaran inovatif, yaitu startegi-strategi pembelajaran yang dasar filosofinya konstruktivisme.
            Strategi-strategi pembelajaran inovatif yang dipilih dalam penelitian ini adalah Strategi Kooperatif Kelompok Penelitian (Group Investigation/GI), Strategi Belajar Berdasarkan Masalah atau Problem-Based Learning (PBL), dan Strategi Inkuiri. Sebagai pembanding, dipilih Model Pengajaran Langsung atau Direct Instruction (DI), yaitu model pengajaran yang pada saat ini selalu digunakan oleh para guru biologi di Singaraja.
            Strategi Kooperatif GI merupakan strategi yang dasar filosofinya konstruktivisme karena, dalam pembelajarannya, siswa membangun sendiri pengetahuannya dan guru berperan sebagai fasilitator (Slavin, 1995). Dalam strategi ini, siswa merencanakan sendiri topik yang akan diselidiki dari tema umum yang diberikan oleh guru. Selanjutnya siswa merencanakan dan melaksanakan sendiri penyelidikannya. Strategi Kooperatif GI sangat baik diterapkan untuk melatih siswa mengumpulkan informasi untuk memecahkan masalah serta melatih kecakapan berpikir tingkat tinggi siswa (Tejada, 2002; Dumas, 2003; Konberg dan Grifin, 2000; Arnyana, 2005)
            Belajar berdasarkan masalah atau PBL adalah startegi pembelajaran yang dasar filosofinya konstruktivisme. PBL dirancang berdasarkan masalah riil kehidupan yang bersifat ill-structured, terbuka, dan mendua (Forgaty, 1997; Jones, 1996). PBL dapat membangkitkan minat siswa, nyata, dan sesuai untuk membangun kemampuan intelektual. Rindell (1999); Wheeler (2002); Arnyana (2005) menemukan, bahwa PBL dapat melatih kecakapan berpikir tingkat tinggi siswa.
            Strategi Inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang dasar filosofinya konstruktivisme karena, melalui strategi ini, siswa membangun sediri pengetahuannya. Dalam strategi inkuiri, siswa dilatih memecahkan masalah akademik, meningkatkan pemahaman terhadap sains, mengembangkan keterampilan belajar sains, dan literasi sains (Keefer, 1998; German, 1991; Oates, 2002). Lawson (2000) mengemukakan kegiatan inkuiri dapat melatih kecakapan berpikir siswa dan meningkatkan kererampilannya dalam memecahkan masalah.
            Pada kenyataannya, strategi-strategi pembelajaran inovatif seperti inkuiri, PBL, dan strategi kooperatif GI tidak banyak diterapkan di sekolah. Para guru umumnya lebih banyak menerapkan Model Pengajaran Langsung atau DI. Model DI ini merupakan salah satu model  pengajaran tradisional (Arends, 2004). Model pengajaran DI ini merupakan model pengajaran yang umum digunakan oleh guru-guru biologi SMA di Singaraja (Arnyana, 2005). Model pengajaran langsung dapat meningkatkan hasil belajar kogntif atau pengetahuan deklaratif  (mastery of-structured knowledge) dan meningkatkan suatu keterampilan atau pengetahuan prosedural (skill mastery) (Arends, 2004). Arends (1997) mengemukakan bahwa model pengajaran langsung ini paling banyak didasari oleh teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Bandura (1977, dalam Arends, 1997)  yang oleh Arends (1997) disebut sebagai teori pemodelan tingkah laku. Dalam pembelajaran langsung, kegiatan guru adalah menyampaikan tujuan, mendemostrasikan pengetahuan, dan membimbing pelatihan.
Tujuan penelitian ini adalah menemukan pengaruh strategi-strategi pembelajaran inovatif (kooperatif GI, PBL, dan Inkuiri) dibandingkan dengan model pengajaran langsung atau DI terhadap kemampuan berpikir kreatif pada pelajaran biologi siswa SMA.

2. Metode Penelitian
      Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental. Rancangan penelitian yang diterapkan adalah Rancangan Eksperimen Semu (Quasi), yaitu Pretest-Postest Nonequivalent Control Group Design (Tucman, 1999), dengan pola seperti pada Gambar 1.


 
O1     X1     O2
-------------------------
O3     X2      O4
-------------------------
O5    X3      O6
------------------------
O7     X4      O8



 
 








Gambar 1. Prosedur Penelitian Eksperimental Semu Pretest-Postest Nonequivalent Control Group Design (Tukman, 1999:172) 


Keterangan :  simbul X menyatakan perlakuan, yaitu X1 adalah strategi kooperatif GI, X2 adalah startegi PBL, X3 adalah strategi inkuiri, dan X4 adalah model pengajaran tradisional. Simbul O dengan indek 1, 3, 5, 7 (ganjil) menunjukkan pengukuran awal. O dengan indeks 2, 4, 6, 8 (genap) menunjukkan pengkuran setelah proses pembelajaran. 


Hubungan antar variabel penelitian ditunjukkan dalam Gambar 2.   


                   Variabel Bebas                                                    Variabel Terikat



Model Pengajaran Tradisional
 
 

                                                              
Kemampuan Berpikir Kreatif
 
 
Strategi PBL
 
                                                             
                                                                            
Strategi Kooperatif GI
 
                                                                                


 
Strategi Inkuiri
 
                                                                        



Gambar 2:  Hubungan Antar Variabel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X  SMA Negeri yang ada di Kota Singaraja, yaitu siswa SMA Negeri 1, siswa SMA Negeri 2, siswa SMA Negeri 3, dan siswa SMA Negeri 4. Siswa SMA Negeri yang digunakan sebagai sampel penelitian ini ditentukan secara acak. Dari hasil pengacakan, diperoleh siswa SMA Negeri 3 sebagai sampel penelitian ini. Sebagai sampel penelitian, ditetapkan dengan memilih kelas-kelas yang kemampuan akademisnya relatif homogen, yaitu siswa kelas X2, X3, X4, X5, dan siswa kelas X6. Dari hasil pengacakan ditetapkan siswa kelas X3 belajar dengan strategi Inkuiri, siswa kelas X4 belajar dengan model DI (tradisional), siswa kelas X5 belajar dengan strategi PBL, dan siswa kelas X6 belajar dengan strategi kooperatif GI.
Materi yang dipilih dalam penelitian ini adalah materi biologi SMA semester 1  kelas X Kurikulum 2004, dengan standar kompetensi siswa mampu merencanakan, melaksanakan, dan mengkomunikasikan hasil penelitian ilmiah dengan menerapakan sikap ilmiah dalam bidang biologi.
            Instrumen penelitian yang disusun dalam penelitian ini meliputi (1) rencana pembelajaran yang di dalamnya memuat skenario pembelajaran, (2) lembar kegiatan siswa (LKS),  dan (3) alat evaluasi  Rencana pembelajaran, dan LKS disusun masing-masing sesuai dengan model dan startegi pembelajaran yang diteliti dalam penelitian ini. LKS untuk pembelajaran inovatif menyajikan masalah-masalah yang harus dipecahkan oleh siswa melalui kegiatan investigasi. 
            Penelitian eksperimental semu ini dilaksanakan dengan prosedur seperti pada Tabel 1.

Tabel 1.  Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran
Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran
Kelas X2 dengan Model Pengajaran Tradisional (DI)
Kelas X3 dengan Startegi Inkuiri
Kelas X5 dengan Strategi PBL
Kelas X6 dengan Strategi Kooperatif GI

Menyampaikan tujuan dan meniapkan siswa


 


Guru mendemostra-sikan pengetahuan atau ketarampilan


 


Guru membimbing pelatihan


Guru mengecek pemahaman dan memberi umpan kalik


 


Guru memberikan kesempatan penerapan melakukan latihan lanjut


Siswa merumuskan ma-salah yang akan dikaji


 


Merumuskan jawaban sementara terhadap masalah


 


Menguji hipotresis


 



Merencanakan dan melakukan penyelidikan


 



Membuat simpulan


 



Memberlakukan simpulan

Guru menyampaikan masalah ill dan autentik


 


Guru mengorgaisasi siswa dalam belajar, membantu siswa dalam menemukan masalah dan merancang kegiatan penyelidikan


 


Guru membantu susiswa secara individual atau kelompok dalam melak-sanankan penyelidikan


 


Siswa mengembangkan dan menyajikan hasil karya
 


Siswa melakukan refleksi dan evaluasi proses pemecahan masalah

Kelompok siswa mengidentifikasi topik-topik yang akan dilakukan investigasinya


 



Kelompok siswa merancang kegiatan investigasi
 


kelompok siswa melakukan kegiatan investigasi


 


Perencanaan laporan


Presentasi laporan


 


Evaluasi


           
Untuk melatih kemampuan berpikir kreatif dalam pembelajaran GI, PBL, dan Inkuiri, siswa dilatih untuk mengemukakan ide-ide inovatif dan orisinil yang dituangkan dalam bentuk-bentuk mengangkat masalah, memberikan jawaban sementara (hipotesis) terhadap masalah yang diangkat, menyusun rencana investigasi maupun dalam melaksanakan investigasi guna memecahkan masalah-masalah, dan menyajikan data. Dalam model pembelajaran tradisional (DI), LKS yang diberikan adalah LKS dengan bentuk yang biasa diberikan oleh guru saat ini, yaitu LKS yang berupa “resep” yang harus diikuti oleh siswa tahap demi tahap.
Ada dua alat evaluasi (alat pengumpul data) yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif adalah sebagai berikut. Yang pertama adalah poprtofolio. Melalui portofolio diukur kemampuan berkreasi siswa melalui penulisan jurnal belajar, kemampuan mengangkat masalah, kemampuan memberikan jawaban sementara (hipotesis), merencanakan kegiatan penyelidikan, melaksanakan penyelidikan, dan cara menyajikan data hasil penyelidikan. Untuk memberikan skor terhadap komponen-komponen tersebut dibuatkan rubrik.  Yang kedua adalah tes tulis dengan bentuk tes Structured of the Observed Learning Outcome (SOLO) Taxonomy dari Collis and Davey (1986). Dalam tes ini, kreativitas siswa dinilai melalui kemampuannya dalam mengangkat masalah, dan merencanakan kegiatan pemecaham masalah yang diajukan. Untuk memberikan skor terhadap tes tulis ini dibuatkan rubrik. Pengumpulan data dilakukan melalui pretes, yaitu dengan tes tulis, postes, dan portofolio.
            Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis kovarian univariat (Anacova), dilanjutkan dengan uji beda LSD. Kovariat dalam analisis ini adalah hasil pretes. Sebelum dilakukan analisis data dengan stratistik Anacova, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi sebagai persyaratan uji Anacova, yaitu uji normalitas data dan uji homogenitas varian antarkelompok. Analisis data dibantu dengan program SPSS for Windows pada taraf signifikansi 5%.
            Deskripsi umum rata-rata skor semua variabel terikat ini menggunakan pedoman konversi skor absolut skala lima, yaitu A, B, C, D, dan E. Pedoman konversi nilai ditunjukkan dalam Tabel 2. 

Tabel  2.  Pedoman Konversi Skor Rata-Rata Hasil Penelitian

No.
Tingkat Penguasaan
Nilai
Katagori
1.
85%  - 100%
A
Sangat Baik
2.
70% - 84%
B
Baik
3.
55% - 69%
C
Sedang
4.
40% - 45%
D
Kurang
5.
0% - 39%
E
Sangat kurang
Diadaptasi dari Buku Pedoman Studi IKIP Negeri Singaraja (2002: 32)

3. Hasil Dan Pembahasan

            Rata-rata persentase keberhasilan kemampuan berpikir kreatif disajikan dalam Tabel 3 dan dituangkan dalam histogram pada Gambar 3.

 

Tabel 3.  Rata-Rata Prosentase Keberhasilan Semua Kelompok Siswa

Variabel
Rata-rata prosentase keberhasilan
Kelompok GI
Kelompok PBL
Kelompok Inkuiri
Kelompok DI
Kemampuan berpikir kreatif
73,57%
75,03%
74,48%
55,05%


Gambar 1.  Histogram Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

 

Keterangan :  A: Strategi Kooperatif GI, B: Strategi PBL, C: Strategi Inkuiri, dan            D: Strategi DI


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok siswa yang belajar dengan strategi-strategi pembelajaran inovatif, yaitu strategi Kooperatif GI, PBL, dan Inkuiri menunjukkan kemampuan berpikir kreatif berada pada katagori baik, sementara kelompok siswa yang belajar dengan model DI berda pada katagori sedang. Hasil uji statistik kelompok siswa yang belajar dengan strategi Kooperatif GI, PBL, dan Inkuiri tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam meningkatklan kemampuan berpikir kreatif siswa. Kelompok siswa yang belajar dengan strategi Koopearif GI, PBL, dan Inkuiri, secara signifikan memiliki kemampuan berpikir kreatif lebih baik dibandingkan dengan kelompok siswa yang diajarkan dengan model DI.
Strategi pembelajaran inovatif yang diterapkan dalam penelitian ini, yaitu Kooperatif GI, PBL, dan Inkuiri,  dasarnya adalah inkuiri. Kegiatan belajar siswa dalam pembelajaran ini adalah, siswa mengangkat masalah, merumuskan masalah, mengajukan jawaban sementara, merancang kegiatan investigasi untuk menjawab masalah atau menguji hipoetsis, melakukan investigasi, menyusun laporan, dan diakusi kelas, sehingga ketiga strategi ini tidak tidak mengakibatkan ada perbedaan dalam melatih kemampuan berpikir kreatif siswa. Peranan guru dalam pembelajaran ini adalah sebagai fasilitator, pembimbing, dan membatu siswa dalam belajar. Kegiatan belajar sepenuhnya dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan pembelajarannya, siswa dituntut dan dilatih untuk berkreasi, memunculkan ide-ide yang orisinil dalam merancang dan melaksanakan penyelidikan sesuai materi pelajaran yang dipelajarinya.
            Hal-hal yang dapat dikembangkan dalam melatih keterampilan berpikir kreatif, adalah berikut ini. (1) Dalam menetapkan masalah, siswa dituntut untuk mengangkat masalah yang spesifk, menarik, dan dapat dilakukan penyelidikannya. (2) Pada saat siswa merancang tahap-tahap pelaksanaan penyelidikannya, siswa berkreasi menyusun langkah-langkah penyelidikan, yakni langkah-langkah yang disusun ini memenuhi kreteria: orisinil hasil kerasi kelompok belajarnya, memenuhi syarat ilmiah, harus dapat dilaksanakan, disesuaikan dengan fasilitas, sumberdaya, dan waktu yang tersedia. Menyusun rancangan pelaksanaan penyelidikan seperti itu bukan merupakan sesautu yang mudah. Kegiatan ini benar-benar memerlukan pemikiran yang kreatif. (3) Dalam melaksanakan  penyelidikan, siswa dituntut mengembangkan teknik dan taktik agar penyelidikannya dapat dilaksanakan dengan baik. Tentu dalam hal ini diperlukan keterampilan berpikir. (4) Pada awal pembelajaran, guru tidak menyampaikan materi pelajaran dengan ceramah. Siswa diberikan kebebasan menggali sendiri konsep-konsep yang ada di dalam buku untuk menunjang penyelidikannya. Guru menjelaskan konsep-konsep yang sulit, memperbaiki miskonsepsi, dan meberikan pengayaan pada saat diakusi kelas. (5) Siswa dituntut menyajikan hasil penyelidikannya, seperti dengan berbagai bentuk tabel, grafik, dan lain-lainnya.
            Apa yang ditemukan dalam penelitian ini mendukung apa yang dikemukakan atau ditemukan sebelumnya oleh para pakar berikut ini. (1) Rofi’udin (2000) menemukan dalam penelitiannya melatih kemampuan berpikir kritis-kreatif siswa SD, bahwa kegiatan pembelajaran yang memberikan kebebasan kepada siswa dalam menentukan topik/masalah yang dibahas yang terkait dengan materi yang dipelajari, mengajukan gagasan-gagasan dalam suasana saling menghargai dan saling menerima dapat mendorong siswa untuk berpikir divergen, dan melakukan eksplorasi, Semua ini dapat melatih kemampuan berpikir kreatif siswa. (2) Baer (1993) menemukan proses pembelajaran yang melatih siswa untuk memecahkan masalah (problem solving) dapat meningkatkan kecakapan berpikir kreatif siswa. (3) Tien (1999) menemukan dalam penelitiannya pada mahasiswa kimia dalam kegiatan laboratorium, bahwa strategi inkuiri dengan metode eksperimen dapat melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi mahasiswa. (4) Underbakke (1993) menemukan dalam pembelajaran sains, bahwa pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa dalam pemecahan masalah melalui mengajukan masalah, menyajikan hipotesis, dan menguji hipotesis dapat melatih kecakapan berpikir tingkat tinggi siswa. (5) Fogarty and McTighe (1993) menemukan bahwa strategi kooperatif dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis-kreatif siswa, karena melalui kerja sama yang baik dalam pembelajaran kooperatif siswa dilatih untuk menggali ide-ide baru yang keratif, membahas berbagai informasi, dan saling berbagi informasi. (6) Gagne (1980) mengemukakan kegiatan pemecahan masalah (problem solving) dalam proses belajar dapat melatih kecakapan berpikir, karena proses belajar ini memungkinkan menghasilkan cara pemecahan yang baru, berpikir tidak konvensional, dan masalah yang diangkat dari masalah yang ill-defined.
            Hal yang berbeda terjadi dalam pembelajaran tradisional. Disini, siswa selalu difasilitasi, diarahkan, dan yang lebih membunuh kreativitas adalah bahwa LKS yang diberikan berupa “resep”, sehingga siswa secara sambil bernyayi melakukan kegiatan dengan hanya mengikuti tuntunan yang ada dalam resep tersebut. Dalam LKS tersebut telah secara rinci dimuat tahapan-tahapan pelaksanaan penyedikan. Dengan mengikuti tuntunan itu, siswa akan mencapai hasil sesuai harapan LKS. Guru menyajikan konsep-konsep sebelum penyelidikan, sehingga penyelidikan yang dilakukan oleh siswa lebih merupakan kegiatan untuk menguji konsep-konsep yang telah dibahas sebelumnya. Proses belajar yang terjadi adalah proses penuangan informasi dari guru kepada siswa, bukan siswa menemukan apa yang dipelajari dan bukan pula siswa membangun pengetahuannya. Dalam pembelajaran tradisional, kreativitas siswa sama sekali tidak dikembangkan. Yang lebih dipentingkan adalah bagaimana informasi itu sebanyak-banyaknya disampaikan kepada siswa.

4.  Penutup

            Dari hasil penelitian ini ditemukan beberapa hal. Kelompok siswa yang belajar dengan strategi-strategi pembelajaran inovatif, yaitu strategi Kooperatif GI, PBL, dan Inkuiri menunjukkan kemampuan berpikir kreatif berada pada katagori baik, sementara kelompok siswa yang belajar dengan model DI berada pada katagori sedang. Kelompok siswa yang belajar dengan strategi Kooperatif GI, PBL, dan Inkuiri tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Kelompok siswa yang belajar dengan strategi Kooperarif GI, PBL, dan Inkuiri, memiliki kemampuan berpikir kreatif lebih baik dibandingkan dengan kelompok siswa yang diajarkan dengan model DI.
            Saran-saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah berikut ini. (1) Para peneliti lain diharapkan untuk menggali dan mengembangkan bentuk-bentuk strategi pembelajaran guna meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, khususnya kecakapan berpikir kreatif. (2) Peneliti lain diharapkan menggali dan mengembangkan bentuk-bentuk asesment untuk mengukur kemampuan atau kecakapan berpikir tingkat tinggi, khususnya berpikir kritis dan kreatif siswa. (3) Para guru hendaknya merencanakan untuk melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, khususnya berpikir kreatif melalui strategi-strategi pembelajaran inovatif, antara lain dengan strategi Kooperatif GI, PBL, dan Inkuiri.

 

 

DAFTAR PUSTAKA


Arends, R. I. 1997. Classroom Instruction and Management. New York: McGraw-Hill.
Arends, R.I. 2004. Learning to Teach. New York: McGraw-Hill.
Arnyana, I.B.P. 2005. Pengembangan Perangkat Model Belajar Berdasarkan Masalah Dipandu Strategi Kooperatif serta Pengaruhnya terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas pada Pelajaran Ekosistem. Disertasi (Tidak Dipublikasi). Malang: Universitas Negeri Malang.
Baer, J. 1993. Craetivity and Divergent Thinking: A Task Spesific Approach. London: Lawrence Elbaum Associates Publisher.
Collis, K.F., and Davey, H.A. 1986.  A Technique for Evaluating Skills in High School Science. Journal of Research in Science Teaching. 23(7):  651-663.
Degeng, N. S. 5 September 2003. Bisa Ciptakan Bangsa “Buruh”. Harian Jawa Post. hlm. 30.
Dumas.A. 2003. Cooperative Learning Response to Diversity. California Departemen of Education. (Online) http://www.cde.ca.gov/iasa/cooplrng2.html. Diakses 26 April 2003.
Fogarty, R. 1997. Problem Based Learning and Other Curicular Models for Multiple Intellegences Classroom. New York: IRI/Skyligt Training and Publishing, Inc.
Fogarty, R. and McTighe, J. 1993. Educating Teacher for Higer Order Thinking: The Three-Story Intellect. Teory into Practice. 32(3); 161-169.
FPMIPA. 2002. Buku Pedoman Studi. Singaraja. IKIP Negeri Singaraja.
Gagne, R. M. 1980. Learnabel Aspect of Human Thinking. In A.E. Lawson (Ed). Science Education Information Report. (hal. 1-28). New York: The Eric Science, Mathematic, and Environmetal Education Clearni House.
Germann, P. J. 1999. Developing Science Process Skils Through Direct Inquiry. The American Biology Theacher. 53(4): 243-247.
Galbreath, J. 1999. Preparing the 21st Century Worker: The Link Between Computer-Based Technology and Future Skill Sets. Educational Technology. Desember: 14-22.
Hastings, David. 2001. Case Study: Problem-Based Learning and the Active Classroom (Online). http://www.cstudies.ubc.ca/facdev/services/newsletter/index/html. Diakses     9 Maret 2003.
Johnson, E. B. 2002. Contextual Teaching and Learning. Califorenia: Corwin Press, Inc.
Jones, D. 1996. What Is Problem-Based Learning? The Californis State University. (Online). http://edweb.sdsu.edu/clirt/learningtree/PBL/PBLedvantages.html. Diakses 9 Maret 2003.
Keefer, R. 1999. Criteria for Designing Inquiry Activities that Are Effective for Teaching and Learning Science Concepts. Journal College Science Teacher. Januari: 159-165
Konberg, J.K. and Griffin, M. S. 2000. Analysis Problem--- A Means to Developing Student’ Critical-Thinking Skills: Pushing the Boundaries of Higher-Oder Thinking. Journal College Science Teacher (JCST). 24(5): 348-352.
Krulik, S. and Rudnik, J. A. 1996. The New Source Book Teaching Reasioning and Pbroblem Solving in Junior and Senior Hig School. Massachusets: Allyn & Bacon.
Lawson, A. E. 2000. The Generality of Hypotetico-Deductive Reasoning: Making Scientific Thinking Explicit. The American Biology Teacher. 62(7) September 2000. p. 482-495.
Marzano, R. J. et al. 1988. Dimention of Thinking A Frame Work for Curriculum and Instruction. Virginia: Assosiation for Supervision and Curriculum Development.
Oates, K.K. (2002). Inquiry Science: Case Study in Antibiotic Prospecting. The American Biology Teacher 64(3): 184-187.
Parkins, D.N. 1995. What Creative Thinking Is. Costa, A.L. (Ed). Developing Minds A Resource Book for Teaching Thinking. (hlm. 58-61) Alexandra, Virginia: Assosiation for Supervisions and Curriculum Development (ASCD).
Rindell, A. J. A. 1999. Applying Inquiry-Based and Cooperative Group Learning Strategies to Promote Critical Thinking. Journal of College Science Teaching (JCST) 28(3): 203-207.

Rofi’uddin, A. 2000. Model Pendidikan Berpikir Kritis-Kreatif Untuk Siswa Sekolah Dasar. Majalah Bahasa dan Seni 1(28) Pebruari :  72-94.
Slavin, R. E. 1995. Cooperative Learning Theory, Research, and Practice. 2nd Ed.  London: Allyn and Bacon.
Tejada, C. 2002. Define and Describe Cooperative Learning. (Online). http://condor.admin.ccny.cuny.edu /-eg9306candy%20research.htm. Diakses 26 April 2003.
Tien, L. T. et al. 1999. The More Thinking  Frame: Guiding Students’ Thinking in The Laboratory. Journal College Teacher. March/April. 28(5): 318-324.
Trilling, B. and Paul Hood. 1999. Learning, Technilogy, and Education Reform in the Kowledge Age. Educational Technology. Juni-Mei: 5-18.
Tuckman, B. W. 1999. Conducting Educational Research. 5th Edition. New York: Harcourt Brace College Publeshers.
Underbakke, M. et al. 1993. Researching and Developing The Knowledge Based for Teaching Higer Order Thinking. Teory Into Pactce. 32(3): 138-146.
Wheeler, S. 2002. Dual-Mode Delivery of Problem-Based Learning: A Constructivist Persfektif. (Online) http://searchyahoo.com/search?p=problem+based+learning. Diakses 9 Maret 2003.

Sabtu, 16 Juni 2012

contoh artikel PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN INOVATIF PADA PELAJARAN BIOLOGI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA


PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN INOVATIF PADA PELAJARAN BIOLOGI TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA

 


oleh
Ida Bagus Putu Arnyana
Jurusan Pendidikan Biologi
Fakultas Pendidikan MIPA,  IKIP Negeri Singaraja


ABSTRAK


Telah dilakukan penelitian Pretest-Postest Nonequivalent Control Group Design dengan judul “Pengaruh Penerapan Strategi Pembelajaran Inovatif pada Pelajaran Biologi terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMA”. Tujuan penelitian ini adalah menemukan strategi-strategi pembelajaran yang dapat melatih kemampuan  berpikir tingkat tinggi khususnya berpikir kreatif. Dalam penelitian ini dibandingkan strategi pembelajaran inovatif (Kooperatif GI, PBL, dan Inkuiri) dengan model pembelajaran tradisional (DI). Subjek penelitian adalah siswa kelas X SMA Negeri 3 Singaraja. Hasil penelitian ini adalah kelompok siswa yang belajar dengan strategi kooperarif GI, PBL, dan Inkuiri, memiliki kemampuan berpikir kreatif lebih baik dibandingkan dengan kelompok siswa yang diajarkan dengan model DI.

Kata kunci : strategi pembelajaran inovatif, berpikir kreatif


ABSTRACT


            The research has been conducted about, Pretest-Postest Nonequivalent Control Group Design. The effect of the implementation of Inovative Learning Strategy to Creative Thinking Capability of the SMA Students in Biology. The purpose of this research was to discover learning strategy which could train students high thinking capability especially creative thinking. In this research there was a comparation between inovative learning strategies (GI cooperative, PBL, and Inquiry) and DI teaching model. The subjects were the first year students of SMAN 3 Singaraja. The results of this research showed that students groups who learned by implementing GI cooperative strategy, PBL, and Inquiry had a better creative thinking skill than those who learned by DI teaching model.

Key Words: Inovative learning strategy, creative thinking


1.  Pendahuluan
            Kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sudah dilaksanakan di SMA di Singaraja sejak tahun pelajaran 2003/2004 sebagai pengganti Kurikulum 1994. Kurikulum 2004 menuntut agar, setelah proses belajar, siswa memiliki suatu kompetensi sesuai dengan yang ditetapkan dalam suatu mata pelajaran. Kurikulum 2004 menuntut siswa agar memiliki kecakapan hidup. Salah satu kecakapan yang harus dikuasai siswa adalah kecakapan berpikir.
Pada abad pengetahuan, yaitu abad 21, diperlukan sumber daya manusia dengan kualitas tinggi yang memiliki keahlian, yaitu mampu bekerja sama, berpikir tingkat tinggi, kreatif, terampil, memahami berbagai budaya, mampu berkomunikasi, dan mampu belajar sepanjang hayat (life long leaning) (Trilling and Hood, 1999). Galbreath (1999) mengemukakan bahwa, pada abad pengetahuan, modal intelektual, khususnya kecakapan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking), merupakan kebutuhan sebagai tenaga kerja yang handal. Degeng (2003) mengemukakan para lulusan sekolah sampai perguruan tinggi, di samping memiliki kemampuan vokasional (vocasional skills), juga harus memiliki kecakapan berpikir (thinking skills) sehingga Bangsa Indonesia tidak menjadi bangsa “buruh”. Semua pendapat para ahli ini mendukung pendapat John Dewey (1916, dalam Johnson, 2002) yang sejak awal mengharapkan agar siswa diajarkan kecakapan berpikir. Namun, sampai saat ini, kecakapan berpikir  ini belum ditangani secara sungguh-sunguh oleh para guru di sekolah. Hal ini mendukung penemuan Rofi’udin (2000) menyatakan bahwa terjadi keluhan tentang rendahnya kemampuan berpikir kritis-kreatif yang dimiliki oleh lulusan pendidikan dasar sampai perguruan tinggi karena pendidikan berpikir belum ditangani dengan baik. Oleh karena itu, penanganan kecakapan berpikir kritis-kreatif sangat penting diintegrasikan dalam setiap mata pelajaran.
Johnson (2002), Krulik dan Rudnick (1996) menyatakan berpikir tingkat tinggi dibedakan menjadi berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir kritis adalah proses terorganisasi yang melibatkan aktivitas mental seperti dalam peecahan masalah (problem solving), pengambilan keputusan (decision making), analisis asumsi (analyzing asumption), dan inkuiri sains (scientific inquiry). Krulik dan Rudnick (1996) mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh seseorang. Agar mampu memecahkan masalah dengan baik dituntut kemampuan analisis, sintesis, evaluasi, generalisasi, membandingkan, mendeduksi, mengklasifikasi informasi, menyimpulkan, dan  mengambil keputusan.
Berpikir kreatif adalah penggunaan dasar proses berpikir untuk mengembangkan atau menemukan ide atau hasil yang asli (orisinil), estetis, konstruktif yang berhubungan dengan pandangan, konsep, yang penekanannya ada pada aspek berpikir intuitif dan rasional khususnya dalam menggunakan informasi dan bahan untuk memunculkan atau menjelaskannya dengan perspektif asli pemikir. Parkin (1995) mengemukakan berpikir kreatif adalah aktivitas berpikir untuk menghasilkan sesuatu yang kreatif dan orisinil. Baer (1993) mengemukakan, berpikir kreatif merupakan sinonim dari berpikir divergen. Ada 4 indikator berpikir divergen, yaitu (1) fluence  (kemampuan menghasilkan banyak ide), (2) flexibility (kemampuan menghasilkan ide-ide yang bervariasi), (3) originality (kemapuan menghasilkan ide baru atau ide yang sebelumnya tidak ada), dan (4) elaboration (kemampuan mengembangkan atau menambahkan ide-ide sehingga dihasilkan ide yang rinci atau detail). Lebih lanjut, Baer mengemukakan bahwa kreativitas seseorang ditunjukkan dalam berbagai hal, seperti kebiasaan berpikir, sikap, pembawaan atau keperibadian, atau kecakapan dalam memecahkan masalah.
Marzano, et al. (1988) mengemukakan 5 aspek berpikir kreatif berikut ini.  (1) Dalam kreativitas, berkait erat keinginan dan usaha. Untuk menghasilkan sesuatu yang kreatif diperlukan usaha. (2) Kreativitas menghasilkan sesuatu yang berbeda dari yang telah ada. Orang yang kreatif berusaha mencari sesuatu yang baru dan memberikan alternatif terhadap sesuatu yang talah ada. Pemikir kreatif tidak pernah puas terhadap apa yang telah ada atau ditemukan sebelumnya. Mereka selalu ingin menemukan sesuatu yang lebih baik dan lebih efisien. (3) Kreativitas lebih memerlukan evaluasi internal dibandingkan eksternal. Pemikir kreatif harus percaya pada standar yang telah ditentukan sendiri. (4) Kreativitas meliputi ide yang tidak dibatasi. Pemikir kreatif harus bisa melihat suatu masalah dari berbagai aspek (sudut pandang) dan menghasilkan solusi yang baru dan tepat. (5) Kreativitas sering muncul pada saat sedang melakukan sesuatu, seperti Mendeleyev menemukan susunan berkala unsur-unsur pada saat mimpi, dan Arcimedes menemukan hukumnya saat sedang mandi.
Marzano dkk. (1988) menyarankan kepada guru beberapa cara mengajarkan berpikir kritis-kreatif, yaitu (1) mempersiapkan materi pelajaran dengan baik, (2) mendiskusikan materi pelajaran yang kontropersi, (3) mengemukakan masalah yang menimbulkan konflik kognitif, (4) menugaskan siswa menemukan pandangan-pandangan yang bervariasi terhadap suatu masalah, (5) menugaskan siswa menulis artikel untuk diterbitkan dalam suatu jurnal, (6) menganalisis artikel dari koran atau media lain untuk menemukan gagasan-gagasan baru, (7) memberikan masalah untuk menemukan solusi yang berbeda-beda, (8) memberikan bacaan yang berbeda dengan tradisi siswa untuk diperdebatkan atau didiskusikan, dan (9) Mengundang orang yang memiliki pandangan-pandangan yang kontroversial.
            Dalam uraian di atas, tampak betapa pentingnya penerapan strategi-startegi  pembelajaran yang dapat meningkatkan kecakapan berpikir kreatif siswa. Sesuai dengan tuntutan kurikulum ini, strategi pembelajaran yang diharapkan adalah strategi-startegi pembelajaran inovatif, yaitu startegi-strategi pembelajaran yang dasar filosofinya konstruktivisme.
            Strategi-strategi pembelajaran inovatif yang dipilih dalam penelitian ini adalah Strategi Kooperatif Kelompok Penelitian (Group Investigation/GI), Strategi Belajar Berdasarkan Masalah atau Problem-Based Learning (PBL), dan Strategi Inkuiri. Sebagai pembanding, dipilih Model Pengajaran Langsung atau Direct Instruction (DI), yaitu model pengajaran yang pada saat ini selalu digunakan oleh para guru biologi di Singaraja.
            Strategi Kooperatif GI merupakan strategi yang dasar filosofinya konstruktivisme karena, dalam pembelajarannya, siswa membangun sendiri pengetahuannya dan guru berperan sebagai fasilitator (Slavin, 1995). Dalam strategi ini, siswa merencanakan sendiri topik yang akan diselidiki dari tema umum yang diberikan oleh guru. Selanjutnya siswa merencanakan dan melaksanakan sendiri penyelidikannya. Strategi Kooperatif GI sangat baik diterapkan untuk melatih siswa mengumpulkan informasi untuk memecahkan masalah serta melatih kecakapan berpikir tingkat tinggi siswa (Tejada, 2002; Dumas, 2003; Konberg dan Grifin, 2000; Arnyana, 2005)
            Belajar berdasarkan masalah atau PBL adalah startegi pembelajaran yang dasar filosofinya konstruktivisme. PBL dirancang berdasarkan masalah riil kehidupan yang bersifat ill-structured, terbuka, dan mendua (Forgaty, 1997; Jones, 1996). PBL dapat membangkitkan minat siswa, nyata, dan sesuai untuk membangun kemampuan intelektual. Rindell (1999); Wheeler (2002); Arnyana (2005) menemukan, bahwa PBL dapat melatih kecakapan berpikir tingkat tinggi siswa.
            Strategi Inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang dasar filosofinya konstruktivisme karena, melalui strategi ini, siswa membangun sediri pengetahuannya. Dalam strategi inkuiri, siswa dilatih memecahkan masalah akademik, meningkatkan pemahaman terhadap sains, mengembangkan keterampilan belajar sains, dan literasi sains (Keefer, 1998; German, 1991; Oates, 2002). Lawson (2000) mengemukakan kegiatan inkuiri dapat melatih kecakapan berpikir siswa dan meningkatkan kererampilannya dalam memecahkan masalah.
            Pada kenyataannya, strategi-strategi pembelajaran inovatif seperti inkuiri, PBL, dan strategi kooperatif GI tidak banyak diterapkan di sekolah. Para guru umumnya lebih banyak menerapkan Model Pengajaran Langsung atau DI. Model DI ini merupakan salah satu model  pengajaran tradisional (Arends, 2004). Model pengajaran DI ini merupakan model pengajaran yang umum digunakan oleh guru-guru biologi SMA di Singaraja (Arnyana, 2005). Model pengajaran langsung dapat meningkatkan hasil belajar kogntif atau pengetahuan deklaratif  (mastery of-structured knowledge) dan meningkatkan suatu keterampilan atau pengetahuan prosedural (skill mastery) (Arends, 2004). Arends (1997) mengemukakan bahwa model pengajaran langsung ini paling banyak didasari oleh teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Bandura (1977, dalam Arends, 1997)  yang oleh Arends (1997) disebut sebagai teori pemodelan tingkah laku. Dalam pembelajaran langsung, kegiatan guru adalah menyampaikan tujuan, mendemostrasikan pengetahuan, dan membimbing pelatihan.
Tujuan penelitian ini adalah menemukan pengaruh strategi-strategi pembelajaran inovatif (kooperatif GI, PBL, dan Inkuiri) dibandingkan dengan model pengajaran langsung atau DI terhadap kemampuan berpikir kreatif pada pelajaran biologi siswa SMA.

2. Metode Penelitian
      Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental. Rancangan penelitian yang diterapkan adalah Rancangan Eksperimen Semu (Quasi), yaitu Pretest-Postest Nonequivalent Control Group Design (Tucman, 1999), dengan pola seperti pada Gambar 1.


 
O1     X1     O2
-------------------------
O3     X2      O4
-------------------------
O5    X3      O6
------------------------
O7     X4      O8



 
 








Gambar 1. Prosedur Penelitian Eksperimental Semu Pretest-Postest Nonequivalent Control Group Design (Tukman, 1999:172) 


Keterangan :  simbul X menyatakan perlakuan, yaitu X1 adalah strategi kooperatif GI, X2 adalah startegi PBL, X3 adalah strategi inkuiri, dan X4 adalah model pengajaran tradisional. Simbul O dengan indek 1, 3, 5, 7 (ganjil) menunjukkan pengukuran awal. O dengan indeks 2, 4, 6, 8 (genap) menunjukkan pengkuran setelah proses pembelajaran. 


Hubungan antar variabel penelitian ditunjukkan dalam Gambar 2.   


                   Variabel Bebas                                                    Variabel Terikat



Model Pengajaran Tradisional
 
 

                                                              
Kemampuan Berpikir Kreatif
 
 
Strategi PBL
 
                                                             
                                                                            
Strategi Kooperatif GI
 
                                                                                


 
Strategi Inkuiri
 
                                                                        



Gambar 2:  Hubungan Antar Variabel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X  SMA Negeri yang ada di Kota Singaraja, yaitu siswa SMA Negeri 1, siswa SMA Negeri 2, siswa SMA Negeri 3, dan siswa SMA Negeri 4. Siswa SMA Negeri yang digunakan sebagai sampel penelitian ini ditentukan secara acak. Dari hasil pengacakan, diperoleh siswa SMA Negeri 3 sebagai sampel penelitian ini. Sebagai sampel penelitian, ditetapkan dengan memilih kelas-kelas yang kemampuan akademisnya relatif homogen, yaitu siswa kelas X2, X3, X4, X5, dan siswa kelas X6. Dari hasil pengacakan ditetapkan siswa kelas X3 belajar dengan strategi Inkuiri, siswa kelas X4 belajar dengan model DI (tradisional), siswa kelas X5 belajar dengan strategi PBL, dan siswa kelas X6 belajar dengan strategi kooperatif GI.
Materi yang dipilih dalam penelitian ini adalah materi biologi SMA semester 1  kelas X Kurikulum 2004, dengan standar kompetensi siswa mampu merencanakan, melaksanakan, dan mengkomunikasikan hasil penelitian ilmiah dengan menerapakan sikap ilmiah dalam bidang biologi.
            Instrumen penelitian yang disusun dalam penelitian ini meliputi (1) rencana pembelajaran yang di dalamnya memuat skenario pembelajaran, (2) lembar kegiatan siswa (LKS),  dan (3) alat evaluasi  Rencana pembelajaran, dan LKS disusun masing-masing sesuai dengan model dan startegi pembelajaran yang diteliti dalam penelitian ini. LKS untuk pembelajaran inovatif menyajikan masalah-masalah yang harus dipecahkan oleh siswa melalui kegiatan investigasi. 
            Penelitian eksperimental semu ini dilaksanakan dengan prosedur seperti pada Tabel 1.

Tabel 1.  Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran
Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran
Kelas X2 dengan Model Pengajaran Tradisional (DI)
Kelas X3 dengan Startegi Inkuiri
Kelas X5 dengan Strategi PBL
Kelas X6 dengan Strategi Kooperatif GI

Menyampaikan tujuan dan meniapkan siswa


 


Guru mendemostra-sikan pengetahuan atau ketarampilan


 


Guru membimbing pelatihan


Guru mengecek pemahaman dan memberi umpan kalik


 


Guru memberikan kesempatan penerapan melakukan latihan lanjut


Siswa merumuskan ma-salah yang akan dikaji


 


Merumuskan jawaban sementara terhadap masalah


 


Menguji hipotresis


 



Merencanakan dan melakukan penyelidikan


 



Membuat simpulan


 



Memberlakukan simpulan

Guru menyampaikan masalah ill dan autentik


 


Guru mengorgaisasi siswa dalam belajar, membantu siswa dalam menemukan masalah dan merancang kegiatan penyelidikan


 


Guru membantu susiswa secara individual atau kelompok dalam melak-sanankan penyelidikan


 


Siswa mengembangkan dan menyajikan hasil karya
 


Siswa melakukan refleksi dan evaluasi proses pemecahan masalah

Kelompok siswa mengidentifikasi topik-topik yang akan dilakukan investigasinya


 



Kelompok siswa merancang kegiatan investigasi
 


kelompok siswa melakukan kegiatan investigasi


 


Perencanaan laporan


Presentasi laporan


 


Evaluasi


           
Untuk melatih kemampuan berpikir kreatif dalam pembelajaran GI, PBL, dan Inkuiri, siswa dilatih untuk mengemukakan ide-ide inovatif dan orisinil yang dituangkan dalam bentuk-bentuk mengangkat masalah, memberikan jawaban sementara (hipotesis) terhadap masalah yang diangkat, menyusun rencana investigasi maupun dalam melaksanakan investigasi guna memecahkan masalah-masalah, dan menyajikan data. Dalam model pembelajaran tradisional (DI), LKS yang diberikan adalah LKS dengan bentuk yang biasa diberikan oleh guru saat ini, yaitu LKS yang berupa “resep” yang harus diikuti oleh siswa tahap demi tahap.
Ada dua alat evaluasi (alat pengumpul data) yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif adalah sebagai berikut. Yang pertama adalah poprtofolio. Melalui portofolio diukur kemampuan berkreasi siswa melalui penulisan jurnal belajar, kemampuan mengangkat masalah, kemampuan memberikan jawaban sementara (hipotesis), merencanakan kegiatan penyelidikan, melaksanakan penyelidikan, dan cara menyajikan data hasil penyelidikan. Untuk memberikan skor terhadap komponen-komponen tersebut dibuatkan rubrik.  Yang kedua adalah tes tulis dengan bentuk tes Structured of the Observed Learning Outcome (SOLO) Taxonomy dari Collis and Davey (1986). Dalam tes ini, kreativitas siswa dinilai melalui kemampuannya dalam mengangkat masalah, dan merencanakan kegiatan pemecaham masalah yang diajukan. Untuk memberikan skor terhadap tes tulis ini dibuatkan rubrik. Pengumpulan data dilakukan melalui pretes, yaitu dengan tes tulis, postes, dan portofolio.
            Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis kovarian univariat (Anacova), dilanjutkan dengan uji beda LSD. Kovariat dalam analisis ini adalah hasil pretes. Sebelum dilakukan analisis data dengan stratistik Anacova, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi sebagai persyaratan uji Anacova, yaitu uji normalitas data dan uji homogenitas varian antarkelompok. Analisis data dibantu dengan program SPSS for Windows pada taraf signifikansi 5%.
            Deskripsi umum rata-rata skor semua variabel terikat ini menggunakan pedoman konversi skor absolut skala lima, yaitu A, B, C, D, dan E. Pedoman konversi nilai ditunjukkan dalam Tabel 2. 

Tabel  2.  Pedoman Konversi Skor Rata-Rata Hasil Penelitian

No.
Tingkat Penguasaan
Nilai
Katagori
1.
85%  - 100%
A
Sangat Baik
2.
70% - 84%
B
Baik
3.
55% - 69%
C
Sedang
4.
40% - 45%
D
Kurang
5.
0% - 39%
E
Sangat kurang
Diadaptasi dari Buku Pedoman Studi IKIP Negeri Singaraja (2002: 32)

3. Hasil Dan Pembahasan

            Rata-rata persentase keberhasilan kemampuan berpikir kreatif disajikan dalam Tabel 3 dan dituangkan dalam histogram pada Gambar 3.

 

Tabel 3.  Rata-Rata Prosentase Keberhasilan Semua Kelompok Siswa

Variabel
Rata-rata prosentase keberhasilan
Kelompok GI
Kelompok PBL
Kelompok Inkuiri
Kelompok DI
Kemampuan berpikir kreatif
73,57%
75,03%
74,48%
55,05%


Gambar 1.  Histogram Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa

 

Keterangan :  A: Strategi Kooperatif GI, B: Strategi PBL, C: Strategi Inkuiri, dan            D: Strategi DI


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok siswa yang belajar dengan strategi-strategi pembelajaran inovatif, yaitu strategi Kooperatif GI, PBL, dan Inkuiri menunjukkan kemampuan berpikir kreatif berada pada katagori baik, sementara kelompok siswa yang belajar dengan model DI berda pada katagori sedang. Hasil uji statistik kelompok siswa yang belajar dengan strategi Kooperatif GI, PBL, dan Inkuiri tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam meningkatklan kemampuan berpikir kreatif siswa. Kelompok siswa yang belajar dengan strategi Koopearif GI, PBL, dan Inkuiri, secara signifikan memiliki kemampuan berpikir kreatif lebih baik dibandingkan dengan kelompok siswa yang diajarkan dengan model DI.
Strategi pembelajaran inovatif yang diterapkan dalam penelitian ini, yaitu Kooperatif GI, PBL, dan Inkuiri,  dasarnya adalah inkuiri. Kegiatan belajar siswa dalam pembelajaran ini adalah, siswa mengangkat masalah, merumuskan masalah, mengajukan jawaban sementara, merancang kegiatan investigasi untuk menjawab masalah atau menguji hipoetsis, melakukan investigasi, menyusun laporan, dan diakusi kelas, sehingga ketiga strategi ini tidak tidak mengakibatkan ada perbedaan dalam melatih kemampuan berpikir kreatif siswa. Peranan guru dalam pembelajaran ini adalah sebagai fasilitator, pembimbing, dan membatu siswa dalam belajar. Kegiatan belajar sepenuhnya dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan pembelajarannya, siswa dituntut dan dilatih untuk berkreasi, memunculkan ide-ide yang orisinil dalam merancang dan melaksanakan penyelidikan sesuai materi pelajaran yang dipelajarinya.
            Hal-hal yang dapat dikembangkan dalam melatih keterampilan berpikir kreatif, adalah berikut ini. (1) Dalam menetapkan masalah, siswa dituntut untuk mengangkat masalah yang spesifk, menarik, dan dapat dilakukan penyelidikannya. (2) Pada saat siswa merancang tahap-tahap pelaksanaan penyelidikannya, siswa berkreasi menyusun langkah-langkah penyelidikan, yakni langkah-langkah yang disusun ini memenuhi kreteria: orisinil hasil kerasi kelompok belajarnya, memenuhi syarat ilmiah, harus dapat dilaksanakan, disesuaikan dengan fasilitas, sumberdaya, dan waktu yang tersedia. Menyusun rancangan pelaksanaan penyelidikan seperti itu bukan merupakan sesautu yang mudah. Kegiatan ini benar-benar memerlukan pemikiran yang kreatif. (3) Dalam melaksanakan  penyelidikan, siswa dituntut mengembangkan teknik dan taktik agar penyelidikannya dapat dilaksanakan dengan baik. Tentu dalam hal ini diperlukan keterampilan berpikir. (4) Pada awal pembelajaran, guru tidak menyampaikan materi pelajaran dengan ceramah. Siswa diberikan kebebasan menggali sendiri konsep-konsep yang ada di dalam buku untuk menunjang penyelidikannya. Guru menjelaskan konsep-konsep yang sulit, memperbaiki miskonsepsi, dan meberikan pengayaan pada saat diakusi kelas. (5) Siswa dituntut menyajikan hasil penyelidikannya, seperti dengan berbagai bentuk tabel, grafik, dan lain-lainnya.
            Apa yang ditemukan dalam penelitian ini mendukung apa yang dikemukakan atau ditemukan sebelumnya oleh para pakar berikut ini. (1) Rofi’udin (2000) menemukan dalam penelitiannya melatih kemampuan berpikir kritis-kreatif siswa SD, bahwa kegiatan pembelajaran yang memberikan kebebasan kepada siswa dalam menentukan topik/masalah yang dibahas yang terkait dengan materi yang dipelajari, mengajukan gagasan-gagasan dalam suasana saling menghargai dan saling menerima dapat mendorong siswa untuk berpikir divergen, dan melakukan eksplorasi, Semua ini dapat melatih kemampuan berpikir kreatif siswa. (2) Baer (1993) menemukan proses pembelajaran yang melatih siswa untuk memecahkan masalah (problem solving) dapat meningkatkan kecakapan berpikir kreatif siswa. (3) Tien (1999) menemukan dalam penelitiannya pada mahasiswa kimia dalam kegiatan laboratorium, bahwa strategi inkuiri dengan metode eksperimen dapat melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi mahasiswa. (4) Underbakke (1993) menemukan dalam pembelajaran sains, bahwa pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa dalam pemecahan masalah melalui mengajukan masalah, menyajikan hipotesis, dan menguji hipotesis dapat melatih kecakapan berpikir tingkat tinggi siswa. (5) Fogarty and McTighe (1993) menemukan bahwa strategi kooperatif dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis-kreatif siswa, karena melalui kerja sama yang baik dalam pembelajaran kooperatif siswa dilatih untuk menggali ide-ide baru yang keratif, membahas berbagai informasi, dan saling berbagi informasi. (6) Gagne (1980) mengemukakan kegiatan pemecahan masalah (problem solving) dalam proses belajar dapat melatih kecakapan berpikir, karena proses belajar ini memungkinkan menghasilkan cara pemecahan yang baru, berpikir tidak konvensional, dan masalah yang diangkat dari masalah yang ill-defined.
            Hal yang berbeda terjadi dalam pembelajaran tradisional. Disini, siswa selalu difasilitasi, diarahkan, dan yang lebih membunuh kreativitas adalah bahwa LKS yang diberikan berupa “resep”, sehingga siswa secara sambil bernyayi melakukan kegiatan dengan hanya mengikuti tuntunan yang ada dalam resep tersebut. Dalam LKS tersebut telah secara rinci dimuat tahapan-tahapan pelaksanaan penyedikan. Dengan mengikuti tuntunan itu, siswa akan mencapai hasil sesuai harapan LKS. Guru menyajikan konsep-konsep sebelum penyelidikan, sehingga penyelidikan yang dilakukan oleh siswa lebih merupakan kegiatan untuk menguji konsep-konsep yang telah dibahas sebelumnya. Proses belajar yang terjadi adalah proses penuangan informasi dari guru kepada siswa, bukan siswa menemukan apa yang dipelajari dan bukan pula siswa membangun pengetahuannya. Dalam pembelajaran tradisional, kreativitas siswa sama sekali tidak dikembangkan. Yang lebih dipentingkan adalah bagaimana informasi itu sebanyak-banyaknya disampaikan kepada siswa.

4.  Penutup

            Dari hasil penelitian ini ditemukan beberapa hal. Kelompok siswa yang belajar dengan strategi-strategi pembelajaran inovatif, yaitu strategi Kooperatif GI, PBL, dan Inkuiri menunjukkan kemampuan berpikir kreatif berada pada katagori baik, sementara kelompok siswa yang belajar dengan model DI berada pada katagori sedang. Kelompok siswa yang belajar dengan strategi Kooperatif GI, PBL, dan Inkuiri tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Kelompok siswa yang belajar dengan strategi Kooperarif GI, PBL, dan Inkuiri, memiliki kemampuan berpikir kreatif lebih baik dibandingkan dengan kelompok siswa yang diajarkan dengan model DI.
            Saran-saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah berikut ini. (1) Para peneliti lain diharapkan untuk menggali dan mengembangkan bentuk-bentuk strategi pembelajaran guna meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, khususnya kecakapan berpikir kreatif. (2) Peneliti lain diharapkan menggali dan mengembangkan bentuk-bentuk asesment untuk mengukur kemampuan atau kecakapan berpikir tingkat tinggi, khususnya berpikir kritis dan kreatif siswa. (3) Para guru hendaknya merencanakan untuk melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, khususnya berpikir kreatif melalui strategi-strategi pembelajaran inovatif, antara lain dengan strategi Kooperatif GI, PBL, dan Inkuiri.

 

 

DAFTAR PUSTAKA


Arends, R. I. 1997. Classroom Instruction and Management. New York: McGraw-Hill.
Arends, R.I. 2004. Learning to Teach. New York: McGraw-Hill.
Arnyana, I.B.P. 2005. Pengembangan Perangkat Model Belajar Berdasarkan Masalah Dipandu Strategi Kooperatif serta Pengaruhnya terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas pada Pelajaran Ekosistem. Disertasi (Tidak Dipublikasi). Malang: Universitas Negeri Malang.
Baer, J. 1993. Craetivity and Divergent Thinking: A Task Spesific Approach. London: Lawrence Elbaum Associates Publisher.
Collis, K.F., and Davey, H.A. 1986.  A Technique for Evaluating Skills in High School Science. Journal of Research in Science Teaching. 23(7):  651-663.
Degeng, N. S. 5 September 2003. Bisa Ciptakan Bangsa “Buruh”. Harian Jawa Post. hlm. 30.
Dumas.A. 2003. Cooperative Learning Response to Diversity. California Departemen of Education. (Online) http://www.cde.ca.gov/iasa/cooplrng2.html. Diakses 26 April 2003.
Fogarty, R. 1997. Problem Based Learning and Other Curicular Models for Multiple Intellegences Classroom. New York: IRI/Skyligt Training and Publishing, Inc.
Fogarty, R. and McTighe, J. 1993. Educating Teacher for Higer Order Thinking: The Three-Story Intellect. Teory into Practice. 32(3); 161-169.
FPMIPA. 2002. Buku Pedoman Studi. Singaraja. IKIP Negeri Singaraja.
Gagne, R. M. 1980. Learnabel Aspect of Human Thinking. In A.E. Lawson (Ed). Science Education Information Report. (hal. 1-28). New York: The Eric Science, Mathematic, and Environmetal Education Clearni House.
Germann, P. J. 1999. Developing Science Process Skils Through Direct Inquiry. The American Biology Theacher. 53(4): 243-247.
Galbreath, J. 1999. Preparing the 21st Century Worker: The Link Between Computer-Based Technology and Future Skill Sets. Educational Technology. Desember: 14-22.
Hastings, David. 2001. Case Study: Problem-Based Learning and the Active Classroom (Online). http://www.cstudies.ubc.ca/facdev/services/newsletter/index/html. Diakses     9 Maret 2003.
Johnson, E. B. 2002. Contextual Teaching and Learning. Califorenia: Corwin Press, Inc.
Jones, D. 1996. What Is Problem-Based Learning? The Californis State University. (Online). http://edweb.sdsu.edu/clirt/learningtree/PBL/PBLedvantages.html. Diakses 9 Maret 2003.
Keefer, R. 1999. Criteria for Designing Inquiry Activities that Are Effective for Teaching and Learning Science Concepts. Journal College Science Teacher. Januari: 159-165
Konberg, J.K. and Griffin, M. S. 2000. Analysis Problem--- A Means to Developing Student’ Critical-Thinking Skills: Pushing the Boundaries of Higher-Oder Thinking. Journal College Science Teacher (JCST). 24(5): 348-352.
Krulik, S. and Rudnik, J. A. 1996. The New Source Book Teaching Reasioning and Pbroblem Solving in Junior and Senior Hig School. Massachusets: Allyn & Bacon.
Lawson, A. E. 2000. The Generality of Hypotetico-Deductive Reasoning: Making Scientific Thinking Explicit. The American Biology Teacher. 62(7) September 2000. p. 482-495.
Marzano, R. J. et al. 1988. Dimention of Thinking A Frame Work for Curriculum and Instruction. Virginia: Assosiation for Supervision and Curriculum Development.
Oates, K.K. (2002). Inquiry Science: Case Study in Antibiotic Prospecting. The American Biology Teacher 64(3): 184-187.
Parkins, D.N. 1995. What Creative Thinking Is. Costa, A.L. (Ed). Developing Minds A Resource Book for Teaching Thinking. (hlm. 58-61) Alexandra, Virginia: Assosiation for Supervisions and Curriculum Development (ASCD).
Rindell, A. J. A. 1999. Applying Inquiry-Based and Cooperative Group Learning Strategies to Promote Critical Thinking. Journal of College Science Teaching (JCST) 28(3): 203-207.

Rofi’uddin, A. 2000. Model Pendidikan Berpikir Kritis-Kreatif Untuk Siswa Sekolah Dasar. Majalah Bahasa dan Seni 1(28) Pebruari :  72-94.
Slavin, R. E. 1995. Cooperative Learning Theory, Research, and Practice. 2nd Ed.  London: Allyn and Bacon.
Tejada, C. 2002. Define and Describe Cooperative Learning. (Online). http://condor.admin.ccny.cuny.edu /-eg9306candy%20research.htm. Diakses 26 April 2003.
Tien, L. T. et al. 1999. The More Thinking  Frame: Guiding Students’ Thinking in The Laboratory. Journal College Teacher. March/April. 28(5): 318-324.
Trilling, B. and Paul Hood. 1999. Learning, Technilogy, and Education Reform in the Kowledge Age. Educational Technology. Juni-Mei: 5-18.
Tuckman, B. W. 1999. Conducting Educational Research. 5th Edition. New York: Harcourt Brace College Publeshers.
Underbakke, M. et al. 1993. Researching and Developing The Knowledge Based for Teaching Higer Order Thinking. Teory Into Pactce. 32(3): 138-146.
Wheeler, S. 2002. Dual-Mode Delivery of Problem-Based Learning: A Constructivist Persfektif. (Online) http://searchyahoo.com/search?p=problem+based+learning. Diakses 9 Maret 2003.