Pembelajaran
Matematika (Sifat Asosiatif pada Perkalian)
dengan Teori
Belajar David P. Ausubel
David
P. Ausubel menggolongkan belajar kedalam dua demensi yaitu :
1.
Demensi pertama,
tentang cara penyajian informasi atau materi kepada siswa.
Demensi ini meliputi
belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final dan belajar
penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh
materi yang diajarkan.
2.
Demensi kedua,
tentang cara siswa mengkaitkan materi yang diberikan dengan struktur kognitif
yang telah dimilikinya.
Jika siswa dapat
menghubungkan atau mengkaitkan informasi itu pada pengetahuan yang telah
dimilikinya maka dikatakan terjadi belajar bermakna. Tetapi jika siswa
menghafalkan informasi baru tanpa menghubungkan pada konsep yang telah ada
dalam struktur kognitifnya maka dikatakan terjadi belajar hafalan.
Berkaitan
dengan demensi yang diuraikan diatas, Ausubel (dalam Hudoyo, 1988: 62)
mengklasifikasikan empat kemungkinan type belajar, yaitu belajar dengan
penemuan bermakna, belajar dengan ceramah yang bermakna, belajar penemuan yang
tidak bermakna, dan belajar ceramah yang tidak bermakna.
Inti dari
belajar menurut Ausubel adalah belajar penerimaan yang bermakna. Menurut Ausubel
(dalam Hudoyo, 1988:62) belajar dikatakan bermakna bila informasi yang akan
dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
Melalui belajar bermakna peserta didik menjadi kuat ingatannya dan transfer
belajar mudah dicapai.
Berikut ini
adalah beberapa prinsip dalam teori belajar Ausubel yang dapat dijadikan
pedoman untuk mengimplementasikannya dalam pembelajaran.
1)
Advance Organizer
Advance Organizer
mengarahkan para siswa ke materi yang akan dipelajari dan mengingatkan siswa
pada materi sebelumnya yang dapat digunakan dalam membantu menanamkan
pengetahuan baru.
2)
Diferensiasi
Progresif
Dalam pembelajaran
bermakna konsep dikembangkan dari umum ke khusus. Dengan strategi ini guru
mengajarkan konsep mulai dari konsep yang paling inklusif, kemudian kurang
inklusif dan selanjutnya hal-hal yang khusus seperti contoh-contoh setiap
konsep.
3)
Belajar Superordinat
Belajar superordinat dapat
terjadi apabila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai
unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas. Dalam belajar superordinat
sebuah konsep dikembangkan lebih meluas dan lebih inklusif.
4)
Penyesuaian Integratif (Rekonsiliasi Integratif)
Menurut Ausubel (dalam Dahar, 1988: 148), selain urutan menurut
diferensiasi progresif yang harus diperhatikan dalam mengajar, juga harus
diperlihatkan bagaimana konsep-konsep baru dihubungkan dengan konsep-konsep
yang superordinat. Guru harus memperlihatkan secara eksplisit bagaimana
arti-arti baru dibandingkan dan dipertentangkan dengan arti-arti sebelumnya yang
lebih sempit dan bagaimana konsep-konsep yang tingkatannya lebih tinggi
mengambil arti baru.
Untuk mencapai penyesuaian integratif, materi pelajaran hendaknya
disusun sedemikian rupa hingga dapat digerakkan hierarki-heirarki konseptual ke
atas dan ke bawah selama informasi disajikan. Guru dapat mulai dengan konsep-konsep
yang paling umum, tetapi perlu diperlihatkan keterkaitan konsep-konsep subordinat
dan kemudian bergerak kembali melalui contoh-contoh ke arti-arti baru bagi konsep-konsep
yang tingkatannya lebih tinggi.
Berdasarkan
prinsip-prinsip pembelajaran bermakna tersbut, dapat disusun sebuah skenario
pembelajaran sebagai berikut.
A. Kegiatan Awal
1.
Guru menyampaikan apersepsi dengan mengingatkan kembali siswa pada
pengetahuan yang sudah dipelajari dengan memberikan pertanyaan “ 3 + 7 + 15 =
…. gunakan sifat asosiatif untuk
menyelesaikannya! Masih ingatkah kalian apa yang dimaksud dengan asosiatif?” (Advance Organizer)
2.
Siswa diharapkan memberikan respon dengan menjawab :
“(3+7)+15 = 10 + 15 = 25 , atau
3+(7+15) = 3+22 = 25
Asosiatif adalah
pengelompokkan.”
3.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan lingkup materi yang akan
dipelajari pada pertemuan kali ini yaitu “sifat asosiatif pada perkalian”.
B. Kegiatan Inti
1.
Guru menggali pengetahuan siswa dengan bertanya “apakah sifat asosiatif
dapat diterapkan pada perkalian?”
2.
Siswa mencari informasi di sumber belajar dan memberikan respon pada
pertanyaan yang diajukan guru.
3.
Guru memberikan penegasan bahwa sifat asosiatif dapat berlaku pada
operasi hitung penjumlahan dan perkalian. (Diferensiasi
Progresif)
Untuk
menguatkan pemahaman siswa guru memberikan sebuah permasalahan, “Andi mempunyai 2 kotak mainan. Setiap kotak diisi 3 bungkus
kelereng. Setiap bungkus berisi 4 butir kelereng. Berapa jumlah kelereng Andi?”
4.
Siswa memberikan tanggapan
pada permasalahan yang diajukan guru.
Cara pertama menghitung banyak bungkus.
Kemudian,
hasilnya dikalikan banyak kelereng tiap bungkus.
Banyak bungkus × banyak kelereng tiap bungkus
= (3 bungkus + 3 bungkus) × 4 butir
= (3 + 3) × 4
= (2 × 3) × 4 = 24 butir
Cara kedua menghitung banyak
kelereng setiap kotaknya dahulu kemudian hasilnya dikalikan banyak kotak.
Banyak kotak × banyak kelereng
= 2 × (4 + 4 + 4)
= 2 × (3 × 4) = 24 butir
5.
Guru menegaskan kembali bahwa (2x3)x4 = 2x(3x4).
Dikelompokkan
kemana saja, hasilnya akan tetap sama.
6.
Siswa berdiskusi dan bertanya jika ada yang belum dipahami.
7.
Guru bertanya pada siswa “bagaimanakah bentuk umum dari sifat asosiatif
pada operasi hitung bilangan bulat?”
8.
Siswa memberikan jawaban berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki
dengan pengalaman belajar baru terkait dengan sifat asosiatif. (Belajar Superordinat)
Secara
umum sifat asosiatif dapat dituliskan sebagai berikut.
9.
Guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar.
10.
Siswa mencari kelompoknya dengan disiplin dan tertib.
11.
Guru memberikan soal latihan untuk memperdalam pengetahuan siswa,
sebagai berikut.
12.
Siswa mengerjakan soal latihan dengan rekan kelompoknya.
13.
Guru meminta siswa menyampaikan hasil kerjanya di depan kelas bersama
kelompoknya.
14.
Siswa bersama kelompoknya menyampaikan hasil kerja mereka di depan
kelas.
15.
Guru memberikan penguatan pada kelompok yang hasil kerjanya sudah benar,
dan memberi arahan dan motivasi untuk kelompok yang masih keliru.
C. Kegiatan Penutup
1.
Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari, yaitu
sifat asosiatif hanya berlaku pada penjumlahan dan perkalian saja dan dalam
sifat asosiatif sebuah operasi hitung bebas dikelompokkan kemana saja. (Rekonsiliasi Integratif)
2.
Siswa menyimpulkan pembelajaran berdasarkan pengalaman belajarnya.
3.
Guru memberikan tes evalusi pada siswa.
No.
|
Soal
|
1
|
Bojes memiliki
banyak mainan antara lain 125 mobil-mobilan, 25 bola plastik, dan 275
kelereng. Berapakah jumlah semua mainan yang dimiliki Bojes?
|
2
|
Dodok memiliki 3
kotak kue, di dalam masing - masing kotak ada 5 bungkus plastik yang setiap
bungkus berisi 6 potong kue. Berapakah jumlah semua kue yang dimiliki Dodok?
|
3
|
Ada 8 buah kapal
laut yang masing – masing mengangkut 15 mobil, di dalam setiap mobil terdapat
9 orang penumpang. Berapakah jumlah orang yang diangkut semua kapal ferry
tersebut?
|
4.
Siswa menjawab tes evaluasi.