2.3
Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif tipe Creative
Problem Solving
Pembelajaran kooperatif (cooverative learning) sesuai dengan
hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang
lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa
senasib. Dengan memanfaatkan kenyataan itu, belajar berkelompok secara
kooperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas,
tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih
berinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena kooperatif adalah miniature dari
hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan
masing-masing. Metode belajar yang menekankan belajar dalam kelompok heterogen
saling membantu satu sama lain, bekerjasama menyelesaikan masalah, dan
menyatukan pendapat untuk memperoleh keberhasilan yang optimal baik kelompok
maupun individual. Suyatno (2011;51) model pembelajaran kooperatif adalah
kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerjasama saling membantu
mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inquiri. Menurut teori dan
pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok
terdiri atas 4-5 orang, siswa heterogen(kemampuan, gender, karakter), ada
kontrol dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa
laporan atau presentasi.
Model
pembelajaran kooperatif mempunyai efek yang berarti terhadap penerimaan yang
luas terhadap keragaman ras, budaya, strata sosial, kemampuan dan
ketidakmampuan. Ibrahim, (dalam Trianto 59; 2009). Model pembelajaran
kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang
berbeda latar belakang dan kondisi untuk saling bekerja, saling bergantung satu
sama lain atas tugas-tugas bersama dan melalui struktur penghargaan kooperatif
serta belajar untuk menghargai satu sama lain. Terdapat tujuh hal yang
berhubungan dengan pembelajaran kooperatif yaitu: tugas yang harus
dipersiapkan, dibahas dan disimpulkan secara berkelompok, interaksi tatap muka
dalam kelompok kecil, suasana bekerja sama dan saling membantu dalam setiap
sekelompok, tanggung jawab setiap indivdu yang berarti bahwa keberhasilan
kelompok tergantung pada pembelajaran tiap individu dalam kelompoknya,
ketergantungan yang positif serta kelompok yang bersifat heterogen dan
kemampuan berpartisipasi aktif dan berkomunikasi.
Terdapat
enam langkah utama didalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif yaitu; pembelajaran dimulai dari guru memyanpaikan tujuan
pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar, fase ini diikuti oleh
penyajian informasi, selanjutnya siswa dikelompokan kedalam tim-tim belajar.
Tahap ini diikuti bimbingan kepada siswa saat bekerja sama untuk meyelesaikan
tugas. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir
kerja kelompok atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari.
Keunggulan yang diperoleh
dalam pembelajaran kooperatif diantaranya; siswa tidak terlalu tergantung pada
guru akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri,
menemukan informasi dari berbagai sumber dan belajar dari siswa yang lain.
Mengembangkan kemampuan mengunkapkan idea tau gagasan dengan kata-kata verbal
dan membandingkan dengan ide-ide orang lain. Membantu anak untuk respek kepada orang
lain dan menyadari segala keterbatasanya. Membantu memberdayakan semua siswa
untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar. Suatu strategi yang cukup ampuh
untuk meningkatkan hasil belajar
sekaligus kemampuan sosial. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji
ide dan pemahamanya sendiri dan menerima umpan balik. Meningkatkan motivasi dan
memberikan rangsangan untuk berpikir. Model pembelajaran kooperatif juga
memiliki keterbatasan, diantaranya; (1) untuk memahami filosofi model
pembelajaran kooperatif memang butuh waktu lama. Membutuhkan fasilitas alat dan
bahan yang cukup memadai, (2) Saat diskusi kelas atau kelompok terkadang
didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa lain menjadi pasif.
Pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting
yaitu; hasil belajar akademik,
pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik siswa golongan bawah
maupun golongan atas yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik,
penerimaan terhadap perbedaan individu, memberi peluang kepada siswa untuk
belajar saling menghargai satu sama lain meskipun dari berbagai latar belakang
kondisi, pengembangan keterampilan sosial, mengajarkan kepada siswa
keterampilan bekerja sama dan berkolaborasi.
Begitu banyak keunggulan
pembelajaran kooperatif, namun dalam pembelajaran kooperatif memiliki bnyak
sekali tipe. Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang merangsang
kreatifitas dan proses nalar siswa adalah kooperatif tipe Creative Problem Solving . Model Creative Problem Solving pertamakali dikembangkan oleh Alex Osborn
pendiri The Creative Education Foundation
(CEF) dan co-founder of highly successful
New York Advertising Agenncy . Pada tahun 1950-an Sidney Parnes bekerjasama
dengan Alex Osborn melakukan penelitian untuk menyempurnakan model ini.
Sehingga model Creative Problem Solving
ini juga dikenal dengan nama The
Osborn-parnes Creative Problem Solving Models. Pada awalnya model ini
digunakan oleh perusahaan-perusahaan dengan tujuan agar para karyawan memiliki
kreativitas yang tinggi dalam setiap tanggungjawab pekerjaannya, namun pada
perkembangan selanjutnya model ini juga diterapkan pada dunia pendidikan.
Wiederhold (dalam Suyatno,
2011:37) mengungkapkan “Model pembelajaran problem solving merupakan model
pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir tinggi”.
Hal tersebut terjadi karena model pembelajaran problem solving memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk memecahkan masalah IPA dengan
lebih kreatif. Salah satu pengembangan dari model pembelajaran ini adalah model
pembelajaran kooperatif tipe creative
problem solving.
Pembelajaran creative problem solving merupakan suatu
kegiatan yang didesain guru dalam rangka memberi tantangan kepada siswa melalui
penugasan. Dimana peran guru untuk dapat memotivasi siswa agar mau menerima
tantangan dan membimbing siswa dalam proses pemecahan masalah. Masalah yang
diberikan kepada siswa harus masalah yang pemecahannya terjangkau oleh
kemampuan siswa. Masalah di luar jangkauan kemampuan siswa dapat menurunkan
motivasi siswa. Sesuai yang dijelaskan Karen (dalam Cahyono, 2009: 3) bahwa
model pembelajaran kooperatif tipe Creative Problem Solving adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan
ketrampilan memecahkan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan Ketika dihadapkan dengan suatu
pertanyaan/permasalahan, siswa dapat melakukan ketrampilan memecahkan masalah
untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya terutama dalam pemecahan
permasalahan dalam pembelajaran IPA.
Masalah dalam IPA dapat
dikatagorikan menjadi masalah-masalah yang sangat menarik untuk dipecahkan,
karena pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang sifatnya berhubungan
langsung dengan alam sekitar sehingga lebih menarik dan lebih memudahkan siswa
untuk mencari tau atau menggali informasi untuk mernecahkan suatu permasalahan
yang diberikan oleh guru. IPA yang disajikan kepada siswa yang berupa masalah
akan memberikan motivasi kepada mereka untuk mempelajari pelajaran tersebut. Siswa
akan merasa puas jika mereka dapat memecahkan masalah yang diberikan kepadanya.
Pemecahan masalah merupakan
suatu proses bagi siswa untuk memecahkan soal-soal ataupun tugas-tugas yang
diberikan kepadanya dengan melibatkan pengetahuan yang sudah dimiliki
sebelumnya. Pemecahan masalah secara sederhana merupakan proses penerima
masalah sebagai tantangan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Menurut Krulik
& Rudnick (Santyasa, 2005), bahwa Problem adalah suatu situasi yang
tidak jelas jalan pemecahannya yang mengonfrontasikan individu atau kelompok
untuk menemukan jawaban dan problem solving adalah upaya individu atau
kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pengetahuan, pemahaman,
keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan
situasi yang tak lumrah tersebut. Jadi aktivitas problem solving diawali
dengan konfrontasi dan berakhir apabila sebuah jawaban telah diperoleh sesuai
dengan kondisi masalah.
Menurut Polya (dalam Hudoyo,
2003;112), pemecahan masalah didefinisikan sebagai usaha mencari jalan keluar
dari suatu kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak segera dapat dicapai.
Ini berarti pemecahan masalah merupakan suatu aktivitas tinggi dan merupakan
suatu proses psikologi yang melibatkan tidak hanya sekedar mencari hasil dalam
suatu percobaan, itu semua harus dilalui melalui proses-proses tertentu, yakni
dan memahami masalah yang diberikan, merencanakan pemecahannya, menyelesaikan
masalah tersebut sesuai dengan rencana pemecahannya kemudian memeriksa kembali
hasil yang diperoleh sehingga mendapatkan hasil yang maksimal. Lebih jauh
dikatakan bahwa pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum IPA yang
sangat penting, karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa
dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan
yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah.
Kemampuan memecahkan masalah
secara kreatif harus dimiliki siswa, kemampuan tersebut akan terwujud jika guru
mengajarkan bagaimana memecahkan masalah yang efektif. Di dalam menyelesaikan
masalah, siswa diharapkan memahami proses penyelesaian masalah yang diberikan
dan menjadi terampil di dalam memilih dan mengidentifikasi kondisi dan konsep
yang relevan, mencari generalisasi, merumuskan rencana penyelesian dan mengorganisasikan
keterampilan yang dimilikinya.
Menurut Polya ( dalam Hudoyo,
2003;77), dalam memecahkan masalah terdapat empat langkah penting yang harus
dilakukan yaitu (1) memahami masalah, (2) merencanakan pemecahannya, (3)
menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah kedua, dan (4) memeriksa kembali
hasil yang diperoleh. Keempat tahap pemecahan dan Polya tersebut merupakan
kesatuan yang sangat penting untuk dikembangkan.
a.
Ciri-ciri Model pembelajaran kooperatif tipe Creative Problem Solving
Ciri-ciri Model pembelajaran kooperatif tipe Creative Problem Solving menurut
Engkoswara, (dalam ,Sudirman,1991;86), adalah sebagai berikut. (1) Adanya
permasalahan yang dapat diajukan atau diberikan guru kepada siswa, dan siswa
bersama guru, atau dari siswa sendiri yang kemudian dijadikan pembahasan dan
mencari pemecahannya sebagai kegiatan belajar siswa. (2) Permasalahan sesuai
dengan topik atau pokok bahasan yang semestinya dipelajari. (3) mengingat
masalah – masalah yang diajukan untuk dipecahkan siswa, hendaknya sederhana.
(4) Masalah dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, pernyataan, tujuan,
garis-garis besar suatu topik. (5) Masalah-masalah yang dipecahkan dalam
kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa.
Model
pembelajaran kooperatif tipe Creative
Problem Solving merupakan variasi pembelajaran berbasis masalah melalui
teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan
suatu permasalahan. Sintaksnya adalah: mulai dari fakta aktual sesuai dengan
materi bahan ajar melalui tanya jawab lisan, identifikasi permasalahan dan
focus pilih, mengolah pikiran sehingga muncul gagasan orisinil untuk menentukan
solusi, persentasi, dan diskusi. Pada dasarnya sintaks model pembelajaran
kooperatif creative problem solving ini
sama dengan sintaks pembelajaran berdasarkan masalah, hanya saja pada creative problem solving ini masalah
yang disajikan telah disusun secara sistematik dan terorganisir. (Suyatno
2011;39)
Ditambahkan Suyatno kelebihan Model
pembelajaran kooperatif tipe Creative
Problem Solving yaitu; (1) Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
(2) Berpikir dan bertindak kreatif. (3) Memecahkan masalah yang dihadapi secara
realistis. (4) Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan. (5) Menafsirkan dan
mengevaluasi hasil pengamatan. (6) Merangsang perkembangan kemajuan berfikir
siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat. (7) Dapat membuat
pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar