Rabu, 16 Maret 2016

Model Pembelajaran Whispering Sand





2.3 Hakikat Model Pembelajaran Whispering Sand

Kurikulum sekolah diberbagai negara pada akhir-akhir ini lebih memberikan tempat pada diberlakukannya paham konstuktivisme, dimana dalam proses pembelajaran siswa diberikan kesempatan untuk mengkonstruksi pengetahuannya. Artinya, siswa harus dilibatkan secara aktif dalam kegiatan belajar serta berkontribusi dalam membangun pengetahuan dasar yang telah dibawa/dimiliki peserta didik, serta bertanggung jawab terhadap apa yang kontruksikan (dalam Trianto:2012). Guru tidak lagi mendominasi proses pembelajaran dengan menyajikan pengetahuan dalam bentuk “siap” kepada siswa yang akan menerimanya dengan pasif.
Oleh karena itu proses belajar mengajar perlu berorientasi pada kebutuhan serta kemampuan siswa. Kegiatan yang dilaksanakan harus dapat memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan  dan berguna bagi siswa. Guru perlu memberikan bermacam-macam situasi belajar yang merangsang siswa untuk mau belajar materi yang disajikan dan menyesuaikannya dengan kemampuan dan karakteristik siswa. Dengan demikian perlu kiranya disertakan beberapa landasan teori sebagai basis konseptual penyelenggaraan pengembangan model pembelajaran berbasis joyfull learning yang menjadi latar belakang penggunaan model Whispering Sand ”. Model pembelajaran ini disusun  secara apik untuk mengoptimalisasi unsur kognitif, afektif dan psikomotor siswa melalui permainan dan kerjasama tim.
Model pembelajaran “Wishpering Sand ” merupakan gabungan/kombinasi dari berbagai tekhnik pembelajaran aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan. Penggunaan model ini dengan melakukan permainan berbahan pasir atau bahan lain yang fungsinya sama dengan pasir. Bahan pembelajaran pasir digunakan untuk pertanyaan yang telah digunting dan disebar ke dalam pasir tersebut, sehingga siswa tertarik untuk menemukan jawaban dari pertanyaan yang ditemukannya. Model pembelajaran “Whispering Sand ” merupakan strategi pembelajaran yang dikembangkan melalui salah satu prinsip “Quantum Learning” yaitu bahwa belajar itu seharusnya menyenangkan dan berlangsung dalam suasana gembira, sehingga pintu masuk untuk informasi baru akan terbuka lebih lebar dan terekam dengan baik. Quantum Learning sendiri diartikan sebagai pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar kegiatan belajar mengajar. Strategi ini disusun  secara apik untuk mengoptimalisasi unsur kognitif, afektif dan psikomotorik siswa melalui permainan dan kerjasama tim.
Adapun teori-teori yang melandasi dari model pembelajaran “Whispering Sand ”  dapat diuraikan sebagai berikut:
Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku dimana perubahan tingkah laku didapatkan dari suatu proses yang disebut belajar bermakna.   Agar terjadi pembelajaran yang bermakna bagi siswa maka konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa. Belajar bermakna merupakan  dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang (Dalam Trianto, Dahar, 1988:137). Untuk membantu siswa mendapatkan pembelajaran bermakna untuk dirinya makanya sangat diperlukan konsep-konsep awal yang sudah dimiliki siswa yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari.
Didalam proses belajar mengajar guru dapat menerapkan prinsip teori belajar bermakna dari Ausubel melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a)       Mengukur kesiapan siswa (minat, kemampuan, struktur kognitif) melalui tes awal, interview pertanyaan
b)       Memilih materi dan mengaturnya dalam bentuk penyajian konsep-konsep mulai dengan contoh-contoh kongkrit, abstrak.
c)       Mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus dikuasai dari materi baru tersebut.
d)       Mengajar siswa memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang ada dengan fokus pada hubungan yang ada.
              Teori konstruktivisme menyatakan bahwa siswa/siswi harus menemukan dan mentransformasikan informasi komplek, mengecek informasi baru dengan struktur kognitif yang sudah ada dan menyesuaikannya apabila belum sesuai. (Nabisi Lapono Dkk, Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional 2008). Maka mereka harus memecahkan masalah, menemukan sendiri segala sesuatu untuk dirinya, dan berusaha dengan ide-idenya. Konsep dasar belajar menurut teori belajar konstruktivisme adalah pengetahuan baru dikonstruksi sendiri oleh peserta didik secara aktif berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Salah satu prinsip yang paling penting dalam teori kontruktivisme adalah guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Peranan penting guru adalah menyediakan suasana dimana siswa membangun sendiri pengetahuan didalam benaknya. Ciri-ciri Konstruktivisme diantaranya a) Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, b). Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar, c). Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah,  d). Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar, e). Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu pada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan peserta didik dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan peserta didik dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dalam teori konstruktivisme peserta didik lebih didorong untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui kegiatan asimilasi dan akomodasi proses pembelajaran.
              Manusia adalah makhluk sosial, berbeda satu sama lainnya, namun dalam  kelangsungan hidupnya manusia saling membutuhkan satu sama lain. Sebagai konsekuensinya, manusia harus saling berinteraksi satu sama lainnya. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi siswa yang satu dengan siswa yang lainnya, bukan hanya interaksi antara siswa dengan guru. (Rusman:2011). Dengan terciptanya interaksi ini sumber belajar siswa bukan hanya guru dan buku ajar saja tetapi juga teman sebayanya.  “Pembelajaran kooperatif mengacu pada pengajaran di mana siswa berkerja sama dalam kelompok kecil (4 - 5 orang) saling membantu satu sama lain dalam belajar”. Dalam pembelajaran kooperatif setiap kelompok terdiri dari siswa dengan kemampuan yang heterogen. Heterogen dalam hal ini adalah heterogen dari segi  kemampuan akademik dan dari segi jenis kelamin.
Model pembelajaran Kooperatif (cooperatif learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang bermuara pada pendekatan konstruktivisme. Dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama, saling menyumbangkan pikiran dan bertanggungjawab terhadap pencapaian hasil belajar secara individu dan kelompok. Model pembelajaran ini berpandangan bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan konsep-konsep tersebut dengan teman sebayanya.
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang didalamnya siswa bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan khusus atau menyelesaikan sebuah tugas yang diberikan oleh guru. Dalam model pembelajaran ini nampak adanya komponen-komponen utama dari pembelajaran kooperatif  diantaranya: a). Pembelajaran kooperatif mengajak siswa belajar bersama-sama untuk menyelesaikaan tugas, memecahkan masalah, b). Pengaturan siswa dalam kelompok kecil yang heterogen menantang siswa untuk saling membantu, membagi tugas dan mendukung belajar teman lainnya dalam kelompok, c). adanya saling ketergantungan positif diantara anggota kelompok d). Perubahan rasa tanggung jawab untuk belajar dan bekerjasama, e). Terjadinya pemrosesan kelompok dalam belajar. Oleh karena itu tugas seorang guru adalah mengatur siswa kedalam kelompok-kelompok belajar yang benar-benar memahami 5 unsur dasar yang ada dalam pembelajaran kooperatif, diantaranya :
1.     Saling Ketergantungan Positif (positif interdependence)Siswa harus merasa bahwa tergantung secara positif dan saling terikat antar sesama anggota kelompok. Mereka merasa tidak akan sukses bila siswa lain juga tidak sukses. Dengan demikian sikap individual mereka haruslah mencerminkan aspek saling ketergantungan seperti dalam hal tujuan belajar, sumber belajar, peran kelompok dan penghargaan.
2.     Interaksi langsung antar siswa (face to face interaction)Hasil belajar yang terbaik dapat diperoleh dengan cara adanya komunikasi verbal antar siswa yang didukung saling ketergantungan positif. Belajar kooperatif membutuhkan siswa untuk bertatap muka satu dengan lainnya dan berinteraksi secara langsung. Siswa harus saling berhadapan dan saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar, dan sumbangan pemikiran dalam pemecahan masalah. Selain itu siswa juga harus mengembangkan keterampilan berkomunikasi secara afektif.
3.     Pertangungjawaban individu (individual accaountability)Agar dapat menyubang, mendukung dan membantu sama lain  setiap siswa harus menguasai materi ajar. Dengan demikian setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari, memahami arti penting membaca peta lingkungan setempat kab/kota tempat tinggalnya.
4.     Keterampilan berinteraksi antar individu dan kelompokKeterampilan sosial sangat penting dalam belajar kooperatif dan harus diajarkan kepada siswa. Selain itu siswa harus dimotivasi untuk menggunakan keterampilan berinteraksi dalam kelompok yang benar sebagai bagian dari proses belajar.
5.     Keefektifan proses kelompok (Group processing)Siswa memproses keefektifan kelompok  belajar mereka dengan cara menjelaskan tindakan  mana yang dapat menyumbang belajar dan mana yang tidak  dan membuat keputusan terhadap tindakan yang bisa dilanjutkan atau yang perlu dirubah. Fase-fase dalam proses ini meliputi umpan balik, refleksi dan peningkatan kualitas pembelajaran khususnya mata pelajaran IPS.


1.     Tahap-tahap Penerapan Model Pembelajaran Whispering Sand
            Enam  tahapan model pembelajaran Whispering Sand yang mengacu pada pembelajaran Kooperative  dalam pembelajaran IPS terangkum dalam tabel dibawah ini.
    Tabel : 2.1. Tabel Sintaks Model Pembelajaran Kooperative.
Tahapan
Prilaku Guru
Tahap1
Menyampaiakan tujuan dan memotivasi siswa.
Guru menggali informasi pengetahuan awal siswa  tentang pulau Bali yang berkaitan dengan materi/topik yang akan dipelajari. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar.
Tahap 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demontrasi atau melalui bahan bacaan.

Tahap 3
Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efesien.
Tahap 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru mermbimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Tahap 5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Tahap 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
                                                                                                Rusman (2011)
          Belajar dengan menggunakan model pembelajaran Whispering Sand merupakan gabungan/kombinasi dari berbagai tehnik pembelajaran aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan. Penggunaan model ini dengan melakukan permainan berbahan pasir atau bahan lain yang fungsinya sama dengan pasir. Bahan pembelajaran pasir digunakan untuk pertanyaan yang telah digunting dan disebar ke dalam pasir tersebut, sehingga siswa tertarik untuk menemukan jawaban dari pertanyaan yang ditemukannya. Model pembelajaran “Wishpering Sand ” merupakan strategi pembelajaran yang dikembangkan melalui salah satu prinsip “Quantum Learning” yaitu bahwa belajar itu seharusnya mengasikkan dan berlangsung dalam suasana gembira, sehingga pintu masuk untuk informasi baru akan terbuka lebih lebar dan terekam dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rabu, 16 Maret 2016

Model Pembelajaran Whispering Sand





2.3 Hakikat Model Pembelajaran Whispering Sand

Kurikulum sekolah diberbagai negara pada akhir-akhir ini lebih memberikan tempat pada diberlakukannya paham konstuktivisme, dimana dalam proses pembelajaran siswa diberikan kesempatan untuk mengkonstruksi pengetahuannya. Artinya, siswa harus dilibatkan secara aktif dalam kegiatan belajar serta berkontribusi dalam membangun pengetahuan dasar yang telah dibawa/dimiliki peserta didik, serta bertanggung jawab terhadap apa yang kontruksikan (dalam Trianto:2012). Guru tidak lagi mendominasi proses pembelajaran dengan menyajikan pengetahuan dalam bentuk “siap” kepada siswa yang akan menerimanya dengan pasif.
Oleh karena itu proses belajar mengajar perlu berorientasi pada kebutuhan serta kemampuan siswa. Kegiatan yang dilaksanakan harus dapat memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan  dan berguna bagi siswa. Guru perlu memberikan bermacam-macam situasi belajar yang merangsang siswa untuk mau belajar materi yang disajikan dan menyesuaikannya dengan kemampuan dan karakteristik siswa. Dengan demikian perlu kiranya disertakan beberapa landasan teori sebagai basis konseptual penyelenggaraan pengembangan model pembelajaran berbasis joyfull learning yang menjadi latar belakang penggunaan model Whispering Sand ”. Model pembelajaran ini disusun  secara apik untuk mengoptimalisasi unsur kognitif, afektif dan psikomotor siswa melalui permainan dan kerjasama tim.
Model pembelajaran “Wishpering Sand ” merupakan gabungan/kombinasi dari berbagai tekhnik pembelajaran aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan. Penggunaan model ini dengan melakukan permainan berbahan pasir atau bahan lain yang fungsinya sama dengan pasir. Bahan pembelajaran pasir digunakan untuk pertanyaan yang telah digunting dan disebar ke dalam pasir tersebut, sehingga siswa tertarik untuk menemukan jawaban dari pertanyaan yang ditemukannya. Model pembelajaran “Whispering Sand ” merupakan strategi pembelajaran yang dikembangkan melalui salah satu prinsip “Quantum Learning” yaitu bahwa belajar itu seharusnya menyenangkan dan berlangsung dalam suasana gembira, sehingga pintu masuk untuk informasi baru akan terbuka lebih lebar dan terekam dengan baik. Quantum Learning sendiri diartikan sebagai pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar kegiatan belajar mengajar. Strategi ini disusun  secara apik untuk mengoptimalisasi unsur kognitif, afektif dan psikomotorik siswa melalui permainan dan kerjasama tim.
Adapun teori-teori yang melandasi dari model pembelajaran “Whispering Sand ”  dapat diuraikan sebagai berikut:
Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku dimana perubahan tingkah laku didapatkan dari suatu proses yang disebut belajar bermakna.   Agar terjadi pembelajaran yang bermakna bagi siswa maka konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa. Belajar bermakna merupakan  dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang (Dalam Trianto, Dahar, 1988:137). Untuk membantu siswa mendapatkan pembelajaran bermakna untuk dirinya makanya sangat diperlukan konsep-konsep awal yang sudah dimiliki siswa yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari.
Didalam proses belajar mengajar guru dapat menerapkan prinsip teori belajar bermakna dari Ausubel melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a)       Mengukur kesiapan siswa (minat, kemampuan, struktur kognitif) melalui tes awal, interview pertanyaan
b)       Memilih materi dan mengaturnya dalam bentuk penyajian konsep-konsep mulai dengan contoh-contoh kongkrit, abstrak.
c)       Mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus dikuasai dari materi baru tersebut.
d)       Mengajar siswa memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang ada dengan fokus pada hubungan yang ada.
              Teori konstruktivisme menyatakan bahwa siswa/siswi harus menemukan dan mentransformasikan informasi komplek, mengecek informasi baru dengan struktur kognitif yang sudah ada dan menyesuaikannya apabila belum sesuai. (Nabisi Lapono Dkk, Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional 2008). Maka mereka harus memecahkan masalah, menemukan sendiri segala sesuatu untuk dirinya, dan berusaha dengan ide-idenya. Konsep dasar belajar menurut teori belajar konstruktivisme adalah pengetahuan baru dikonstruksi sendiri oleh peserta didik secara aktif berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Salah satu prinsip yang paling penting dalam teori kontruktivisme adalah guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Peranan penting guru adalah menyediakan suasana dimana siswa membangun sendiri pengetahuan didalam benaknya. Ciri-ciri Konstruktivisme diantaranya a) Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, b). Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar, c). Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah,  d). Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar, e). Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu pada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan peserta didik dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan peserta didik dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dalam teori konstruktivisme peserta didik lebih didorong untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui kegiatan asimilasi dan akomodasi proses pembelajaran.
              Manusia adalah makhluk sosial, berbeda satu sama lainnya, namun dalam  kelangsungan hidupnya manusia saling membutuhkan satu sama lain. Sebagai konsekuensinya, manusia harus saling berinteraksi satu sama lainnya. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi siswa yang satu dengan siswa yang lainnya, bukan hanya interaksi antara siswa dengan guru. (Rusman:2011). Dengan terciptanya interaksi ini sumber belajar siswa bukan hanya guru dan buku ajar saja tetapi juga teman sebayanya.  “Pembelajaran kooperatif mengacu pada pengajaran di mana siswa berkerja sama dalam kelompok kecil (4 - 5 orang) saling membantu satu sama lain dalam belajar”. Dalam pembelajaran kooperatif setiap kelompok terdiri dari siswa dengan kemampuan yang heterogen. Heterogen dalam hal ini adalah heterogen dari segi  kemampuan akademik dan dari segi jenis kelamin.
Model pembelajaran Kooperatif (cooperatif learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang bermuara pada pendekatan konstruktivisme. Dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama, saling menyumbangkan pikiran dan bertanggungjawab terhadap pencapaian hasil belajar secara individu dan kelompok. Model pembelajaran ini berpandangan bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan konsep-konsep tersebut dengan teman sebayanya.
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang didalamnya siswa bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan khusus atau menyelesaikan sebuah tugas yang diberikan oleh guru. Dalam model pembelajaran ini nampak adanya komponen-komponen utama dari pembelajaran kooperatif  diantaranya: a). Pembelajaran kooperatif mengajak siswa belajar bersama-sama untuk menyelesaikaan tugas, memecahkan masalah, b). Pengaturan siswa dalam kelompok kecil yang heterogen menantang siswa untuk saling membantu, membagi tugas dan mendukung belajar teman lainnya dalam kelompok, c). adanya saling ketergantungan positif diantara anggota kelompok d). Perubahan rasa tanggung jawab untuk belajar dan bekerjasama, e). Terjadinya pemrosesan kelompok dalam belajar. Oleh karena itu tugas seorang guru adalah mengatur siswa kedalam kelompok-kelompok belajar yang benar-benar memahami 5 unsur dasar yang ada dalam pembelajaran kooperatif, diantaranya :
1.     Saling Ketergantungan Positif (positif interdependence)Siswa harus merasa bahwa tergantung secara positif dan saling terikat antar sesama anggota kelompok. Mereka merasa tidak akan sukses bila siswa lain juga tidak sukses. Dengan demikian sikap individual mereka haruslah mencerminkan aspek saling ketergantungan seperti dalam hal tujuan belajar, sumber belajar, peran kelompok dan penghargaan.
2.     Interaksi langsung antar siswa (face to face interaction)Hasil belajar yang terbaik dapat diperoleh dengan cara adanya komunikasi verbal antar siswa yang didukung saling ketergantungan positif. Belajar kooperatif membutuhkan siswa untuk bertatap muka satu dengan lainnya dan berinteraksi secara langsung. Siswa harus saling berhadapan dan saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar, dan sumbangan pemikiran dalam pemecahan masalah. Selain itu siswa juga harus mengembangkan keterampilan berkomunikasi secara afektif.
3.     Pertangungjawaban individu (individual accaountability)Agar dapat menyubang, mendukung dan membantu sama lain  setiap siswa harus menguasai materi ajar. Dengan demikian setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari, memahami arti penting membaca peta lingkungan setempat kab/kota tempat tinggalnya.
4.     Keterampilan berinteraksi antar individu dan kelompokKeterampilan sosial sangat penting dalam belajar kooperatif dan harus diajarkan kepada siswa. Selain itu siswa harus dimotivasi untuk menggunakan keterampilan berinteraksi dalam kelompok yang benar sebagai bagian dari proses belajar.
5.     Keefektifan proses kelompok (Group processing)Siswa memproses keefektifan kelompok  belajar mereka dengan cara menjelaskan tindakan  mana yang dapat menyumbang belajar dan mana yang tidak  dan membuat keputusan terhadap tindakan yang bisa dilanjutkan atau yang perlu dirubah. Fase-fase dalam proses ini meliputi umpan balik, refleksi dan peningkatan kualitas pembelajaran khususnya mata pelajaran IPS.


1.     Tahap-tahap Penerapan Model Pembelajaran Whispering Sand
            Enam  tahapan model pembelajaran Whispering Sand yang mengacu pada pembelajaran Kooperative  dalam pembelajaran IPS terangkum dalam tabel dibawah ini.
    Tabel : 2.1. Tabel Sintaks Model Pembelajaran Kooperative.
Tahapan
Prilaku Guru
Tahap1
Menyampaiakan tujuan dan memotivasi siswa.
Guru menggali informasi pengetahuan awal siswa  tentang pulau Bali yang berkaitan dengan materi/topik yang akan dipelajari. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar.
Tahap 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demontrasi atau melalui bahan bacaan.

Tahap 3
Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efesien.
Tahap 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru mermbimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Tahap 5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Tahap 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
                                                                                                Rusman (2011)
          Belajar dengan menggunakan model pembelajaran Whispering Sand merupakan gabungan/kombinasi dari berbagai tehnik pembelajaran aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan. Penggunaan model ini dengan melakukan permainan berbahan pasir atau bahan lain yang fungsinya sama dengan pasir. Bahan pembelajaran pasir digunakan untuk pertanyaan yang telah digunting dan disebar ke dalam pasir tersebut, sehingga siswa tertarik untuk menemukan jawaban dari pertanyaan yang ditemukannya. Model pembelajaran “Wishpering Sand ” merupakan strategi pembelajaran yang dikembangkan melalui salah satu prinsip “Quantum Learning” yaitu bahwa belajar itu seharusnya mengasikkan dan berlangsung dalam suasana gembira, sehingga pintu masuk untuk informasi baru akan terbuka lebih lebar dan terekam dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar