2.3 Hakikat Model
Pembelajaran Whispering Sand
Kurikulum
sekolah diberbagai negara pada akhir-akhir ini lebih memberikan tempat pada
diberlakukannya paham konstuktivisme, dimana dalam proses pembelajaran siswa
diberikan kesempatan untuk mengkonstruksi pengetahuannya. Artinya, siswa harus
dilibatkan secara aktif dalam kegiatan belajar serta berkontribusi dalam membangun
pengetahuan dasar yang telah dibawa/dimiliki peserta didik, serta bertanggung
jawab terhadap apa yang kontruksikan (dalam Trianto:2012). Guru tidak lagi
mendominasi proses pembelajaran dengan menyajikan pengetahuan dalam bentuk
“siap” kepada siswa yang akan menerimanya dengan pasif.
Oleh
karena itu proses belajar mengajar perlu berorientasi pada kebutuhan serta
kemampuan siswa. Kegiatan yang dilaksanakan harus dapat memberikan pengalaman
belajar yang menyenangkan dan berguna
bagi siswa. Guru perlu memberikan bermacam-macam situasi belajar yang
merangsang siswa untuk mau belajar materi yang disajikan dan menyesuaikannya
dengan kemampuan dan karakteristik siswa. Dengan demikian perlu kiranya
disertakan beberapa landasan teori sebagai basis konseptual penyelenggaraan
pengembangan model pembelajaran berbasis joyfull
learning yang menjadi latar belakang penggunaan model Whispering Sand ”. Model pembelajaran ini disusun secara apik untuk mengoptimalisasi unsur kognitif, afektif dan psikomotor siswa melalui permainan dan
kerjasama tim.
Model pembelajaran “Wishpering Sand ” merupakan
gabungan/kombinasi dari berbagai tekhnik pembelajaran aktif, kreatif, inovatif
dan menyenangkan. Penggunaan
model ini dengan melakukan permainan berbahan pasir atau bahan lain yang
fungsinya sama dengan pasir. Bahan pembelajaran pasir digunakan untuk
pertanyaan yang telah digunting dan disebar ke dalam pasir tersebut, sehingga
siswa tertarik untuk menemukan jawaban dari pertanyaan yang ditemukannya. Model
pembelajaran “Whispering Sand ”
merupakan strategi pembelajaran yang dikembangkan melalui salah satu prinsip “Quantum Learning” yaitu bahwa belajar
itu seharusnya menyenangkan dan berlangsung dalam suasana gembira, sehingga
pintu masuk untuk informasi baru akan terbuka lebih lebar dan terekam dengan
baik. Quantum Learning sendiri
diartikan sebagai pengubahan bermacam-macam interaksi yang ada
di dalam dan di sekitar kegiatan belajar mengajar. Strategi ini disusun secara apik untuk mengoptimalisasi unsur
kognitif, afektif dan psikomotorik siswa melalui permainan dan kerjasama tim.
Adapun
teori-teori yang melandasi dari model pembelajaran “Whispering Sand ” dapat
diuraikan sebagai berikut:
Belajar merupakan proses
perubahan tingkah laku dimana perubahan tingkah laku didapatkan dari suatu
proses yang disebut belajar bermakna.
Agar terjadi pembelajaran yang bermakna bagi siswa maka konsep baru atau
informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam
struktur kognitif siswa. Belajar bermakna merupakan dikaitkannya informasi baru pada
konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang (Dalam
Trianto, Dahar, 1988:137). Untuk membantu siswa mendapatkan pembelajaran
bermakna untuk dirinya makanya sangat diperlukan konsep-konsep awal yang sudah
dimiliki siswa yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari.
Didalam proses belajar mengajar
guru dapat menerapkan prinsip teori belajar bermakna dari Ausubel melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a) Mengukur kesiapan siswa (minat, kemampuan,
struktur kognitif) melalui tes awal,
interview pertanyaan
b) Memilih materi dan mengaturnya dalam bentuk
penyajian konsep-konsep mulai dengan contoh-contoh kongkrit, abstrak.
c) Mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus
dikuasai dari materi baru tersebut.
d) Mengajar siswa memahami konsep-konsep dan
prinsip-prinsip yang ada dengan fokus pada hubungan yang ada.
Teori konstruktivisme menyatakan bahwa siswa/siswi
harus menemukan dan mentransformasikan informasi komplek, mengecek informasi
baru dengan struktur kognitif yang sudah ada dan menyesuaikannya apabila belum
sesuai. (Nabisi Lapono Dkk, Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional 2008). Maka mereka
harus memecahkan masalah, menemukan sendiri segala sesuatu untuk dirinya, dan
berusaha dengan ide-idenya. Konsep dasar belajar menurut teori belajar
konstruktivisme adalah pengetahuan baru dikonstruksi sendiri oleh
peserta didik secara aktif berdasarkan pengetahuan yang telah diperoleh
sebelumnya. Salah satu prinsip yang
paling penting dalam teori kontruktivisme adalah guru tidak dapat hanya sekedar
memberikan pengetahuan kepada siswa. Peranan penting guru adalah menyediakan
suasana dimana siswa membangun sendiri pengetahuan didalam benaknya. Ciri-ciri Konstruktivisme diantaranya a) Pengetahuan dibangun oleh siswa
sendiri, b). Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali
hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar, c). Murid aktif
megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep
ilmiah, d). Guru sekedar membantu
menyediakan sarana dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar, e).
Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang
mengacu pada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan
peserta didik dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan
peserta didik dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan
oleh guru. Dalam teori konstruktivisme
peserta didik lebih didorong untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka
melalui kegiatan asimilasi dan akomodasi proses pembelajaran.
Manusia adalah makhluk sosial, berbeda
satu sama lainnya, namun dalam
kelangsungan hidupnya manusia saling membutuhkan satu sama lain. Sebagai
konsekuensinya, manusia harus saling berinteraksi satu sama lainnya.
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar menciptakan
interaksi siswa yang satu dengan siswa yang lainnya, bukan hanya interaksi
antara siswa dengan guru. (Rusman:2011). Dengan terciptanya interaksi ini
sumber belajar siswa bukan hanya guru dan buku ajar saja tetapi juga teman
sebayanya. “Pembelajaran kooperatif
mengacu pada pengajaran di mana siswa berkerja sama dalam kelompok kecil (4 - 5
orang) saling membantu satu sama lain dalam belajar”. Dalam pembelajaran
kooperatif setiap kelompok terdiri dari siswa dengan kemampuan yang heterogen.
Heterogen dalam hal ini adalah heterogen dari segi kemampuan akademik dan dari segi jenis
kelamin.
Model pembelajaran Kooperatif (cooperatif learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang
bermuara pada pendekatan konstruktivisme. Dalam pembelajaran kooperatif siswa
belajar bersama, saling menyumbangkan pikiran dan bertanggungjawab terhadap
pencapaian hasil belajar secara individu dan kelompok. Model pembelajaran ini
berpandangan bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep
yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan konsep-konsep tersebut dengan
teman sebayanya.
Pembelajaran kooperatif merupakan model
pembelajaran yang didalamnya siswa bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan
khusus atau menyelesaikan sebuah tugas yang diberikan oleh guru. Dalam model
pembelajaran ini nampak adanya komponen-komponen utama dari pembelajaran
kooperatif diantaranya: a). Pembelajaran
kooperatif mengajak siswa belajar bersama-sama untuk menyelesaikaan tugas,
memecahkan masalah, b). Pengaturan siswa dalam kelompok kecil yang heterogen
menantang siswa untuk saling membantu, membagi tugas dan mendukung belajar
teman lainnya dalam kelompok, c). adanya saling ketergantungan positif diantara
anggota kelompok d). Perubahan rasa tanggung jawab untuk belajar dan
bekerjasama, e). Terjadinya pemrosesan kelompok dalam belajar. Oleh karena itu
tugas seorang guru adalah mengatur siswa kedalam kelompok-kelompok belajar yang
benar-benar memahami 5 unsur dasar yang ada dalam pembelajaran kooperatif, diantaranya :
1.
Saling Ketergantungan Positif (positif interdependence)Siswa harus merasa bahwa tergantung secara positif dan
saling terikat antar sesama anggota kelompok. Mereka merasa tidak akan sukses
bila siswa lain juga tidak sukses. Dengan demikian sikap individual mereka
haruslah mencerminkan aspek saling ketergantungan seperti dalam hal tujuan
belajar, sumber belajar, peran kelompok dan penghargaan.
2.
Interaksi langsung antar siswa (face to face interaction)Hasil belajar yang terbaik dapat diperoleh dengan cara
adanya komunikasi verbal antar siswa yang didukung saling ketergantungan positif.
Belajar kooperatif membutuhkan siswa untuk bertatap muka satu dengan lainnya
dan berinteraksi secara langsung. Siswa harus saling berhadapan dan saling
membantu dalam pencapaian tujuan belajar, dan sumbangan pemikiran dalam
pemecahan masalah. Selain itu siswa juga harus mengembangkan keterampilan
berkomunikasi secara afektif.
3.
Pertangungjawaban individu (individual accaountability)Agar dapat menyubang, mendukung dan membantu sama
lain setiap siswa harus menguasai materi
ajar. Dengan demikian setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk
mempelajari, memahami arti penting membaca peta lingkungan setempat kab/kota
tempat tinggalnya.
4.
Keterampilan berinteraksi antar individu dan
kelompokKeterampilan sosial sangat
penting dalam belajar kooperatif dan
harus diajarkan kepada siswa. Selain itu siswa harus dimotivasi untuk
menggunakan keterampilan berinteraksi dalam kelompok yang benar sebagai bagian
dari proses belajar.
5.
Keefektifan proses kelompok (Group processing)Siswa memproses
keefektifan kelompok belajar mereka
dengan cara menjelaskan tindakan mana
yang dapat menyumbang belajar dan mana yang tidak dan membuat keputusan terhadap tindakan yang
bisa dilanjutkan atau yang perlu dirubah. Fase-fase dalam proses ini meliputi
umpan balik, refleksi dan peningkatan kualitas pembelajaran khususnya mata
pelajaran IPS.
1.
Tahap-tahap Penerapan Model Pembelajaran Whispering Sand
Enam tahapan
model pembelajaran Whispering Sand yang
mengacu pada pembelajaran Kooperative
dalam pembelajaran IPS terangkum dalam tabel dibawah ini.
Tabel : 2.1. Tabel Sintaks Model Pembelajaran Kooperative.
Tahapan
|
Prilaku
Guru
|
Tahap1
Menyampaiakan
tujuan dan memotivasi siswa.
|
Guru
menggali informasi pengetahuan awal siswa
tentang pulau Bali yang berkaitan dengan materi/topik yang akan
dipelajari. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan
menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa
belajar.
|
Tahap 2
Menyajikan
informasi
|
Guru
menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demontrasi atau
melalui bahan bacaan.
|
Tahap 3
Mengorganisasikan
siswa kedalam kelompok-kelompok belajar
|
Guru
menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan
membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan
efesien.
|
Tahap 4
Membimbing
kelompok bekerja dan belajar
|
Guru
mermbimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
mereka
|
Tahap 5
Evaluasi
|
Guru
mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
|
Tahap 6
Memberikan
penghargaan
|
Guru
mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu
dan kelompok.
|
Rusman
(2011)
Belajar
dengan menggunakan model pembelajaran Whispering
Sand merupakan
gabungan/kombinasi dari berbagai tehnik pembelajaran aktif, kreatif, inovatif
dan menyenangkan. Penggunaan model ini dengan melakukan permainan berbahan
pasir atau bahan lain yang fungsinya sama dengan pasir. Bahan pembelajaran
pasir digunakan untuk pertanyaan yang telah digunting dan disebar ke dalam
pasir tersebut, sehingga siswa tertarik untuk menemukan jawaban dari pertanyaan
yang ditemukannya. Model pembelajaran “Wishpering
Sand ” merupakan strategi pembelajaran yang dikembangkan melalui salah satu
prinsip “Quantum Learning” yaitu
bahwa belajar itu seharusnya mengasikkan dan berlangsung dalam suasana gembira,
sehingga pintu masuk untuk informasi baru akan terbuka lebih lebar dan terekam
dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar