Rabu, 16 Maret 2016

Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT)




2.3 Hakikat Model Pembelajaran Value Clarification Technique
2.3.1 Model Pembelajaran
Dimyati, (2003 :109) berpendapat bahwa “model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pengajaran di kelas atau yang lain”.
Winataputra, (2006 :34) juga menyatakan bahwa:
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para gurudalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

Berdasarkan kedua pengertian di atas, maka dapat diambil suatu simpulan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konsep yang melukiskan prosedur yang menjadi pedoman guru dalam melaksanakan suatu pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
Ada bermacam-macam model pembelajaran yang disusun oleh para ahli, namun seluruh model pembelajaran memiliki ciri-ciri yang sama. Seperti yang diungkapkan Moedjiono, (2004 :72) menyampaikan beberapa ciri model pembelajaran yakni:
(a) berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar para ahli tertentu, (b) mempunyai misi dan dijadikan pedoman untuk tujuan tertentu, (c) dapat digunakan sebagai perbaikan kegiatan belajar mengajar dikelas, (d) memiliki perangkat bagian model yang dinamakan sintaks, prinsip reaksi,  sistem sosial,  dan sistem pendukung.


2.3.2    Hakikat VCT
VCT adalah salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pancapaian pendidikan nilai.
Siswandi, (2009 :77) mengemukakan  bahwa:
Value Clarification Technique, merupakan sebuah cara bagaimana menanamkan dan menggali/ mengungkapkan nilai-nilai tertentu dari diri peserta didik. Karena itu, pada prosesnya VCT berfungsi untuk: a) mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai; b) membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang positif maupun y ang negatif untuk kemudian dibina kearah peningkatan atau pembetulannya; c) menanamkan suatu nilai kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa sebagai milik pribadinya.

Mata pelajaran yang lebih menitikberatkan pada ranah afektif seperti pendidikan kewarganegaraan, sangat tepat menggunakan model pembelajaran VCT. Pendidikan kewarganegaraan dan mata pelajaran sejenis berada pada ranah sikap yaitu wahana penanaman nilai, moral dan norma-norma baku seperti rasa sosial nasionalisme, bahkan sistem keyakinan. Pendidikan kewarganegaraan seharusnya mampu mengeksplorasi wilayah dalam diri seseorang (internal side), dan salah satu hasil dari internal side adalah sikap.Sikap merupakan posisi seseorang atau keputusan seseorang sebelum berbuat, sehingga sikap merupakan ambang batas seseorang antara sebelum melakukan sesuatu perbuatan atau berperilaku tertentu.Untuk mengubah sikap inilah maka bisamenggunakan pembelajaran salah satunya adalah VCT.
Teknik mengklarifikasi nilai (Value Clarafication Technique ) atau sering disingkat VCT merupakan teknik pembelajaran untuk membantu siswa dalam mencapai dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa (Taniredja, 2011 :88).
Karakteristik teknik nilai VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran sikap adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses.

2.3.3    Tujuan Menggunakan Value Clarification Technique (VCT) dalam Pembelajaran IPS

Menurut Sanjaya (2010) menjelaskan tujuan penggunaan VCT sebagai berikut.
a) mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pijak menentukan target nilai yang akan dicapai, b) menanamkan kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimiliki baik tingkat maupun sifat yang positif maupun negatif untuk selanjutnya ditanamkan ke arah peningkatan dan pencapaian target nilai,c) menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional (logis) dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik siswa sebagai proses kesadaran moral bukan kewajiban moral, d) Melatih siswa dalam menerima menilai nilai dirinya dan posisi orang lain, menerima serta pengambil keputusan terhadap suatu persoalan yang berhubungan dengan pergaulannya dan kehidupan sehari-hari.




2.3.4    Prinsip - prinsip Value   Clarification   Technique (VCT)
Taniredja, (2011:89) mengemukakan pendapat bahwa terdapat lima prinsip-prisip VCT, yaitu:
a) Penanaman nilai dan pengubahan sikap dipengaruhi banyak faktor antara lain faktor potensi diri, kepekaan emosi, intelektual dan faktor lingkungan, norma nilai masyarakat, sistem pendidikan dan lingkungan keluarga dan lingkungan bermain; b) sikap dan perubahan sikap dipengaruhi oleh stimulus yang diterima siswa dan kekuatan nilai yang telah tertanam atau dimiliki pada diri siswa; c) nilai, moral dan norma dipengaruhi oleh faktor perkembangan, sehingga guru harus mempertimbangkan tingkat perkembangan moral (moral development) dari setiap siswa. Tingkat perkembangan moral untuk siswa dipengaruhi oleh usia dan pengaruh lingkungan terutama lingkungan sosial; d) pengubahan sikap dan nilai memerlukan keterampilan mengklarifikasi nilai/sikap secara rasional, sehingga dalam diri siswa muncul kesadaran diri bukan karena rasa kewajiban bersikap tertentu atau berbuat tertentu; e) pengubahan nilai memerlukan keterbukaan, karena itu pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan melalui VCT menuntut keterbukaan antara guru dan siswa.


2.3.5    Langkah-langkah Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT)

Taniredja, (2011) mengemukakan Langkah-langkah pembelajaran VCT sebagai berikut.
a)     Kebebasan Memilih. Pada tingkat ini terdapat tiga tahap kegiatan yang harus dijalankan, yakni:
1)     Memilih cecara bebas, artinya kesempatan untuk menentukan pilihan yang menurutnya baik. Nilai yang dipaksakan tidak akan menjadi miliknya secara penuh.
2)     Memilih dari beberapa alternatif. Artinya untuk menentukan pilihan dari beberapa alternatif pilihan secara bebas.
3)     Memilih dari beberapa alternatif pertimbangan konsekuensi yang akan timbul sebagai akibat pilihannya.
b)     Menghargai. Tingkat pembelajaran VCT pada kegiatan ini terdiri dari dua tahap, yakni:
1)     Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai  yang menjadi pilihannya, sehingga nilai tersebut akan menjadi bagian dalam dirinya.
2)     Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya di depan umum. Artinya, bila kita menganggap nilai itu suatu pilihan, maka kita akan berani dengan penuh kesadakan untuk menunjukan di depan orang lain.
c)     Berbuat.Tahap terakhir dalam model pembelajaran VCT terdiri dari dua tahap yakni:
1)      Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya.
2)     Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya. Artinya, nilai yang menjadi pilihan itu harus mencerminkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kertawisastra (2003) VCT menekankan bagaimana sebenarnya seorang membangun nilai yang menurut anggapanya baik, yang pada gilirannya nilai-nilai tersebut akan mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Dalam praktik pembelajaran, hendaknya berlangsung dalam suasana santai dan terbuka, sehingga setiap siswa dapat mengungkapkan secara bebas perasaannya. Kertawisastra (2003) menyebutkan beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam mengimplementasikan VCT melalui proses dialog, antara lain:
(a) Hindari penyampaian proses pemberian nasehat, yaitu memberikan pesan-pesan moral yang dianggap guru baik, (b) Jangan memaksakan siswa untuk memberikan respon tertentu apabila memang siswa tidak menghendakinya, (c) Usahakan dialog dilaksanakan secara bebas dan terbuka, sehingga siswa akan mengungkapkan perasaannya secara jujur dan apa adanya, (d) Dialog dilaksanakan kepada individu, bukan kepada kolompok di kelas, (e) Hindari respon yang dapat menyebabkan siswa terpojok, sehingga ia menjadi defensive, (f) Tidak mendesak siswa pada pendirian tertentu, (g) Jangan mengorek alasan siswa lebih dalam. (h) Tidak monoton, guru tidak mendominasi seluruh waktu pesera didik, perataan aktivitas potensi diri serta keanekaragaman kemampuan peserta didik lebih dapat terlayani

Pembelajaran VCT mengundang dan melibatkan serta mendialogkan seluruh struktur potensi afektual peserta didik maupun struktur kognitif dan fsikomotoriknya. Proses kegiatan belajar siswa dengan model VCT dapat melatih kepekaan dan kemantapan keterampilan afektual serta memberikan aneka penalaman.
2.3.6    Sintak Model Pembelajaran Value ClarificationTechnique (VCT)
Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) mempunyai sintak pembelajaran sebagai berikut.
Tabel  2.1. Tabel Sintak Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT)

No
Kegiatan Guru
Kegiatan siswa
1.
Guru membuat atau mencari media stimulus, berupa contoh keadaan/perbuatan yang memuat nilai-nilai kontras sesuai dengan topik atau tema target pembelajaran.


Menentukan pembahasan atau pembuktian argumen pada pase ini sudah mulai ditanamkan target nilai dan konsep sesuai dengan materi pembelajaran.

2.
Guru melontarkan stimulus dengan cara membaca cerita atau menampilkan gambar, foto, atau film.

Siswa menentukan argumen dan klarifikasi pendirian (melalui Pertanyaan guru dan bersifat individual,kelompok, dan klasikal).
3.
Guru memberi kesempatan beberapa saat kepada siswa berdialog sendiri atau sesame teman sehubungan dengan stimulus tadi.
Siswa melaksanakan dialog terpimpin melalui pertanyaan guru, baik secara individual ,kelompok atau klasikal.
4.
Guru mampu merangsang, mengundang, dan melibatkan potensi afektual siswa.
Siswa melaksanakan hal yang terjangkau oleh pengetahuan dan potensi afektual siswa (ada dalam lingkungan kehidupan siswa).
Sumber:(Djajari, 2012:92)
Secara lebih jelas pembelajaran dengan model VCT menurut Siswandi, (2009:92) dapat dilihat pada bagan berikut.


Bagan 2.1. Bagan Model Pembelajaran VCT
Guru
Stimulus cerita gambar
Siswa dalam diskusi kelompok
Hasil pembelajaran
3tingkatan pembelajaran
1.     Memilih
2.     Menghargai
3.     Berbuat
  1. Kesadaran tentang suatu nilai
  2. menanamkan nilai
  3. melatih cara menilai
  4. menghargai dan menerima
Guru memberi pengantar dan motivasi
 













Dari sintak model VCT, dapat dijelaskan karakteristik pembelajaran VCT yakni: (1) siswa terlibat secara aktif  dalam mengembangkan pemahaman dan pengenalannya terhadap nilai-nilai pribadi, mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan keputusan pribadi, (2) mendorong siswa dengan pertanyaan-pertanyaan yang relevan dan mengembangkan ketrampilan siswa dalam melakukan proses menilai, dan (3) menggali dan mempertegas nilai-nilai yang dimiliki oleh siswa.
Sedangkan tujuan secara langsung bagi siswa dalam penerapan model VCT seperti yang disampaikan Siswandi, (2009 :67) yaitu:
(a) membantu siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain, (b) membantu siswa agar mereka mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur terhadap orang lain terkait dengan nilai-nilainya sendiri, (c) membantu siswa agar mereka mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berfikir rasional dan kesadaran emosional untuk memahami perasaan, nilai dan pola tingkah laku mereka sendiri.

Dalam pelaksanaan pembelajaran, hal yang terpenting dalam melaksanakan model VCT agar bisa berjalan efektif adalah perlu adanya siswa yang mau dan mampu terlibat aktif dalam pembelajarannya. Oleh karena itu, dituntut siswa yang secara potensial memiliki kemampuan berfikir secara kritis. Dalam hal ini peranan guru sebagai motivator pembelajaran sangat diperlukan, suasana kekeluargaan yang hangat juga sangat penting.Sehingga siswa tidak malu untuk ikut aktif dalam pembelajaran.

2.4  Kebaikan dan Kelemahan VCT
2.4.1 Kebaikan-KebaikanValue Clarification Technique (VCT)

Menurut Taniredja (2011) VCT memiliki kebaikan untuk pembelajaran afektif karena:
a)     Mampu membina dan menanamkan nilai dan moral pada ranah internal side.
b)     Mampu mengklarifikasi/menggali dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan selanjutnya akan memudahkan bagi guru untuk menyampaikan makna/pesan nilai/ moral.
c)     Mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa, melihat nilai yang ada pada orang lain dan memahami nilai moral yang ada dalam kehidupan nyata.
d)     Mampu mengundang, melibatkan, membina, mengembangkan potensi diri siswa terutama mengembangkan potensi sikap.
e)     Mampu memberikan sejumlah pengalaman belajar dari berbagai kehidupan.
f)      Mampu menangkal, meniadakan, mengintervensi dan memadukan berbagai nilai moral dalam sistem nilai dan moral yang ada pada diri seseorang.
g)     Memberi gambaran nilai moral yang patut diterima dan menuntun serta memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.

2.4.2    Kelemahan-Kelemahan Value Clarification Technique (VCT)
Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) mempunyai beberapa kelemahan. Terkait hal tersebut, Taniredja (2011:88) menyatakan kelemahan VCT sebagai berikut.
a)     Apabila guru tidak memiliki kemampuan melibatkan peserta didik dengan keterbukaan saling pengertian dan penuh kehangatan maka siswa akan memunculkan sikap semu atau imitasi.
b)     Sistemnilai yang memiliki dan tertanam guru, peserta didik, dan masyarakat yang kurang atau tidak baku dapat mengganggu tercapainya target nilai baku yang ingin dicapai/nilai etik.
c)     Sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam mengajar terutama memerlukankemampuan atau ketrampilan bertanya tingkat tinggi yang mampu mengungkap dan menggali/nilai yang ada dalam diri peserta didik.
d)     Memerlukankreativitas guru dalam menggunakan media yang tersedia dilingkungan terutama yang aktual dan paktual sehingga dekat dengan kehidupan sehari-hari peserta didik.


2.4.3 Cara Mengatasi Kelemahan Value Clarification Technique (VCT)
Berdasarkan kelemahan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) di atas ada beberapa cara untuk mengatasi kelemahan tersebut. Terkait hal tersebut, Taniredja. (2011 :92) mengemukakan beberapa cara dalam mengatasi kelemahan VCT sebagai berikut.
a)               Guru berlatih dan memiliki ketrampilan mengajar sesuai dengan standar kompetensi guru. Pengalaman guru yang berulangkali menggunakan VCT akan memberikan pengalaman yang sangat berharga karena memunculkan model-model VCT yang merupakan modifikasi sesuai kemampuan dan kreativitas guru.
b)          Dalam setiap pembelajaran mengguanakan tematik atau pendekatan kontekstual, antara lain dengan mangambil topik yang sedang terjadi dan ada disekitar peserta didik, menyesuaikan dengan hari besar nasional, atau mengaitkan dengan program yang sedang dilaksanakan pemerintah


SUMBER :




Akmal, Satia. 2012. Makna Demokrasi Untuk Kehidupan Bangsa. Jakarta: CV. Bangun Nusa Depok.
Andi.2011. Microsoft Office 2011.Yogyakarta. CV. ANDI OFFEST.
Arsyad, Azhar.2011. Media Pembelajaran.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Darmawan, Deni. 2011. Teknologi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
Dantes. 2006.Evaluasi dan hasil penilaian proses belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Dimyati.2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Djajari. 2012. Model Pembelajaran Inovatif dan Proses Pembelajaran Konvensional. Jakarta: Balai Pustaka.
Erawati, Widya. 2011.Implementasi Model VCT (Values Clarification Technique) Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Siswa Kelas V Semester 1 SD No. 3 Purwakerthi Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem Tahun Pelajaran 2011/2012. Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). Singaraja: Undiksha
Gagne, Robert M. 2003. Prinsip-Prinsip Belajar Untuk Pengajaran. Surabaya: Usaha Nasional.
Gunawan,Rudy. 2011. Pendidikan IPS Filosofi, Konsep dan Aplikasi. Bandung:ALFABETA.
Hamalik, Oemar. 2006. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Indriana, Dana. 2011. Ragam Alat Bantu Media Pengajaran. Jogjakarta: DIVA Press.
Kemdiknas. 2011. Standar Kompetensi dan Kompetensi Standar Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Kemdiknas.
Kertawisastra. 2003. Strategi Pembelajaran dan Proses Pembelajaran. Jakarta: Gramedia.
Kosasih. 2004. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Lasmawan.2006. Macam Gaya Belajar.Singaraja :Undiksha.
Lasmawan. 2010. Menelisik Pendidikan IPS dalam Perspektif Kontekstual-Empiris. Singaraja: Mediakom Indonesia Press Bali.
Maning. 2004. Model Pembelajaran Efektif dan Strategi Proses Pembelajaran. Jakarta :Gramedia.
Moedjiono. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud.
Munawar, Indra. 2009. “Hasil Belajar (Pengertian dan Definisi)”. Tersedia Pada:http://indramunawar.blogspot.com/2009/06/hasil-belajar-pengertian-dan-definisi.html. (diakses tanggal 12 desember  2012).
Rachim, Diana. 2011. Penerapan Model Pembelajaran VCT (Values Clarification Technique) Berbantuan Media VCD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Pada Siswa Kelas V Semester 2 SD N.14 Sesetan Kecamatan Denpasar Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011. Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). Undiksha Singaraja.
Sardiman, dkk.2008.Media Pendidikan.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sanaky,AH. 2009. Media Pembelajaran. Yogyakarta:SAFIRIA INSANIA PRESS.
Sanjaya, Wina. 2010. Kurikulum danPembelajaran. Jakarta:Kencana Perdana Media Group.
Sarjono. 2003. Model Pembelajaran dan Teknik Pembelajaran Efektif. Jakarta: Gramedia.
Side, Harsidi. 2009. “Skripsi Penggunaan Media Animasi”. Tersedia Pada:http://Harsidi Side.blogspot.com/2009/06/skripsi-penggunaan media-animasi.html (diakses tanggal 12 desember 2012).
Siswandi, A.N. 2009. Model VCT:Landasan Teori,Kerangka Berfikir dan Hipotesis. Tersedia pada http://nazwadzulfa.wordpress.com/2009/11/14/model-vct-landasan-teori-kerangka-berfikir-dan-hipotesis/. (diakses pada 12 desember 2012).
Sudaryo. 2008. Mendesain Model-model Pembelajaran Inovatif Progresif dan Epektif. Jakarta: Balai Pustaka.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suryani.2004. Motivasi Belajar dan Peningkatan Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.
Taniredja,Tukiran,dkk. 2011. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung : Alfabeta.
UNDANG-UNDANG No.20.2003. Tentang Tujuan Pendidikan Nasional. Jakarta: Sekretaris Negara RI.
Wahab.2007. Evaluasi Pengajaran PKn. Bandung: IKIP Bandung
Winataputra,dkk.2006.Materi dan pembelajaran PKn SD. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka
 

2 komentar:

  1. Bagus, mari sosialisasikan moderl pembelajaran ini untuk pendidikan karakter anak bangsa

    BalasHapus
  2. The Wizard of Odds at the Wizard of Odds at the Wizard of Odds at
    The 의정부 출장마사지 Wizard of Odds at the Wizard 남양주 출장샵 of Odds at the Wizard of Odds 인천광역 출장마사지 at the Wizard of Odds at 광명 출장안마 the Wizard of Odds at the 제천 출장샵 Wizard of Odds at

    BalasHapus

Rabu, 16 Maret 2016

Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT)




2.3 Hakikat Model Pembelajaran Value Clarification Technique
2.3.1 Model Pembelajaran
Dimyati, (2003 :109) berpendapat bahwa “model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pengajaran di kelas atau yang lain”.
Winataputra, (2006 :34) juga menyatakan bahwa:
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para gurudalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

Berdasarkan kedua pengertian di atas, maka dapat diambil suatu simpulan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konsep yang melukiskan prosedur yang menjadi pedoman guru dalam melaksanakan suatu pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
Ada bermacam-macam model pembelajaran yang disusun oleh para ahli, namun seluruh model pembelajaran memiliki ciri-ciri yang sama. Seperti yang diungkapkan Moedjiono, (2004 :72) menyampaikan beberapa ciri model pembelajaran yakni:
(a) berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar para ahli tertentu, (b) mempunyai misi dan dijadikan pedoman untuk tujuan tertentu, (c) dapat digunakan sebagai perbaikan kegiatan belajar mengajar dikelas, (d) memiliki perangkat bagian model yang dinamakan sintaks, prinsip reaksi,  sistem sosial,  dan sistem pendukung.


2.3.2    Hakikat VCT
VCT adalah salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pancapaian pendidikan nilai.
Siswandi, (2009 :77) mengemukakan  bahwa:
Value Clarification Technique, merupakan sebuah cara bagaimana menanamkan dan menggali/ mengungkapkan nilai-nilai tertentu dari diri peserta didik. Karena itu, pada prosesnya VCT berfungsi untuk: a) mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai; b) membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang positif maupun y ang negatif untuk kemudian dibina kearah peningkatan atau pembetulannya; c) menanamkan suatu nilai kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa sebagai milik pribadinya.

Mata pelajaran yang lebih menitikberatkan pada ranah afektif seperti pendidikan kewarganegaraan, sangat tepat menggunakan model pembelajaran VCT. Pendidikan kewarganegaraan dan mata pelajaran sejenis berada pada ranah sikap yaitu wahana penanaman nilai, moral dan norma-norma baku seperti rasa sosial nasionalisme, bahkan sistem keyakinan. Pendidikan kewarganegaraan seharusnya mampu mengeksplorasi wilayah dalam diri seseorang (internal side), dan salah satu hasil dari internal side adalah sikap.Sikap merupakan posisi seseorang atau keputusan seseorang sebelum berbuat, sehingga sikap merupakan ambang batas seseorang antara sebelum melakukan sesuatu perbuatan atau berperilaku tertentu.Untuk mengubah sikap inilah maka bisamenggunakan pembelajaran salah satunya adalah VCT.
Teknik mengklarifikasi nilai (Value Clarafication Technique ) atau sering disingkat VCT merupakan teknik pembelajaran untuk membantu siswa dalam mencapai dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa (Taniredja, 2011 :88).
Karakteristik teknik nilai VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran sikap adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses.

2.3.3    Tujuan Menggunakan Value Clarification Technique (VCT) dalam Pembelajaran IPS

Menurut Sanjaya (2010) menjelaskan tujuan penggunaan VCT sebagai berikut.
a) mengetahui dan mengukur tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pijak menentukan target nilai yang akan dicapai, b) menanamkan kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimiliki baik tingkat maupun sifat yang positif maupun negatif untuk selanjutnya ditanamkan ke arah peningkatan dan pencapaian target nilai,c) menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional (logis) dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik siswa sebagai proses kesadaran moral bukan kewajiban moral, d) Melatih siswa dalam menerima menilai nilai dirinya dan posisi orang lain, menerima serta pengambil keputusan terhadap suatu persoalan yang berhubungan dengan pergaulannya dan kehidupan sehari-hari.




2.3.4    Prinsip - prinsip Value   Clarification   Technique (VCT)
Taniredja, (2011:89) mengemukakan pendapat bahwa terdapat lima prinsip-prisip VCT, yaitu:
a) Penanaman nilai dan pengubahan sikap dipengaruhi banyak faktor antara lain faktor potensi diri, kepekaan emosi, intelektual dan faktor lingkungan, norma nilai masyarakat, sistem pendidikan dan lingkungan keluarga dan lingkungan bermain; b) sikap dan perubahan sikap dipengaruhi oleh stimulus yang diterima siswa dan kekuatan nilai yang telah tertanam atau dimiliki pada diri siswa; c) nilai, moral dan norma dipengaruhi oleh faktor perkembangan, sehingga guru harus mempertimbangkan tingkat perkembangan moral (moral development) dari setiap siswa. Tingkat perkembangan moral untuk siswa dipengaruhi oleh usia dan pengaruh lingkungan terutama lingkungan sosial; d) pengubahan sikap dan nilai memerlukan keterampilan mengklarifikasi nilai/sikap secara rasional, sehingga dalam diri siswa muncul kesadaran diri bukan karena rasa kewajiban bersikap tertentu atau berbuat tertentu; e) pengubahan nilai memerlukan keterbukaan, karena itu pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan melalui VCT menuntut keterbukaan antara guru dan siswa.


2.3.5    Langkah-langkah Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT)

Taniredja, (2011) mengemukakan Langkah-langkah pembelajaran VCT sebagai berikut.
a)     Kebebasan Memilih. Pada tingkat ini terdapat tiga tahap kegiatan yang harus dijalankan, yakni:
1)     Memilih cecara bebas, artinya kesempatan untuk menentukan pilihan yang menurutnya baik. Nilai yang dipaksakan tidak akan menjadi miliknya secara penuh.
2)     Memilih dari beberapa alternatif. Artinya untuk menentukan pilihan dari beberapa alternatif pilihan secara bebas.
3)     Memilih dari beberapa alternatif pertimbangan konsekuensi yang akan timbul sebagai akibat pilihannya.
b)     Menghargai. Tingkat pembelajaran VCT pada kegiatan ini terdiri dari dua tahap, yakni:
1)     Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai  yang menjadi pilihannya, sehingga nilai tersebut akan menjadi bagian dalam dirinya.
2)     Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya di depan umum. Artinya, bila kita menganggap nilai itu suatu pilihan, maka kita akan berani dengan penuh kesadakan untuk menunjukan di depan orang lain.
c)     Berbuat.Tahap terakhir dalam model pembelajaran VCT terdiri dari dua tahap yakni:
1)      Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya.
2)     Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya. Artinya, nilai yang menjadi pilihan itu harus mencerminkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kertawisastra (2003) VCT menekankan bagaimana sebenarnya seorang membangun nilai yang menurut anggapanya baik, yang pada gilirannya nilai-nilai tersebut akan mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Dalam praktik pembelajaran, hendaknya berlangsung dalam suasana santai dan terbuka, sehingga setiap siswa dapat mengungkapkan secara bebas perasaannya. Kertawisastra (2003) menyebutkan beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam mengimplementasikan VCT melalui proses dialog, antara lain:
(a) Hindari penyampaian proses pemberian nasehat, yaitu memberikan pesan-pesan moral yang dianggap guru baik, (b) Jangan memaksakan siswa untuk memberikan respon tertentu apabila memang siswa tidak menghendakinya, (c) Usahakan dialog dilaksanakan secara bebas dan terbuka, sehingga siswa akan mengungkapkan perasaannya secara jujur dan apa adanya, (d) Dialog dilaksanakan kepada individu, bukan kepada kolompok di kelas, (e) Hindari respon yang dapat menyebabkan siswa terpojok, sehingga ia menjadi defensive, (f) Tidak mendesak siswa pada pendirian tertentu, (g) Jangan mengorek alasan siswa lebih dalam. (h) Tidak monoton, guru tidak mendominasi seluruh waktu pesera didik, perataan aktivitas potensi diri serta keanekaragaman kemampuan peserta didik lebih dapat terlayani

Pembelajaran VCT mengundang dan melibatkan serta mendialogkan seluruh struktur potensi afektual peserta didik maupun struktur kognitif dan fsikomotoriknya. Proses kegiatan belajar siswa dengan model VCT dapat melatih kepekaan dan kemantapan keterampilan afektual serta memberikan aneka penalaman.
2.3.6    Sintak Model Pembelajaran Value ClarificationTechnique (VCT)
Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) mempunyai sintak pembelajaran sebagai berikut.
Tabel  2.1. Tabel Sintak Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT)

No
Kegiatan Guru
Kegiatan siswa
1.
Guru membuat atau mencari media stimulus, berupa contoh keadaan/perbuatan yang memuat nilai-nilai kontras sesuai dengan topik atau tema target pembelajaran.


Menentukan pembahasan atau pembuktian argumen pada pase ini sudah mulai ditanamkan target nilai dan konsep sesuai dengan materi pembelajaran.

2.
Guru melontarkan stimulus dengan cara membaca cerita atau menampilkan gambar, foto, atau film.

Siswa menentukan argumen dan klarifikasi pendirian (melalui Pertanyaan guru dan bersifat individual,kelompok, dan klasikal).
3.
Guru memberi kesempatan beberapa saat kepada siswa berdialog sendiri atau sesame teman sehubungan dengan stimulus tadi.
Siswa melaksanakan dialog terpimpin melalui pertanyaan guru, baik secara individual ,kelompok atau klasikal.
4.
Guru mampu merangsang, mengundang, dan melibatkan potensi afektual siswa.
Siswa melaksanakan hal yang terjangkau oleh pengetahuan dan potensi afektual siswa (ada dalam lingkungan kehidupan siswa).
Sumber:(Djajari, 2012:92)
Secara lebih jelas pembelajaran dengan model VCT menurut Siswandi, (2009:92) dapat dilihat pada bagan berikut.


Bagan 2.1. Bagan Model Pembelajaran VCT
Guru
Stimulus cerita gambar
Siswa dalam diskusi kelompok
Hasil pembelajaran
3tingkatan pembelajaran
1.     Memilih
2.     Menghargai
3.     Berbuat
  1. Kesadaran tentang suatu nilai
  2. menanamkan nilai
  3. melatih cara menilai
  4. menghargai dan menerima
Guru memberi pengantar dan motivasi
 













Dari sintak model VCT, dapat dijelaskan karakteristik pembelajaran VCT yakni: (1) siswa terlibat secara aktif  dalam mengembangkan pemahaman dan pengenalannya terhadap nilai-nilai pribadi, mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan keputusan pribadi, (2) mendorong siswa dengan pertanyaan-pertanyaan yang relevan dan mengembangkan ketrampilan siswa dalam melakukan proses menilai, dan (3) menggali dan mempertegas nilai-nilai yang dimiliki oleh siswa.
Sedangkan tujuan secara langsung bagi siswa dalam penerapan model VCT seperti yang disampaikan Siswandi, (2009 :67) yaitu:
(a) membantu siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain, (b) membantu siswa agar mereka mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur terhadap orang lain terkait dengan nilai-nilainya sendiri, (c) membantu siswa agar mereka mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berfikir rasional dan kesadaran emosional untuk memahami perasaan, nilai dan pola tingkah laku mereka sendiri.

Dalam pelaksanaan pembelajaran, hal yang terpenting dalam melaksanakan model VCT agar bisa berjalan efektif adalah perlu adanya siswa yang mau dan mampu terlibat aktif dalam pembelajarannya. Oleh karena itu, dituntut siswa yang secara potensial memiliki kemampuan berfikir secara kritis. Dalam hal ini peranan guru sebagai motivator pembelajaran sangat diperlukan, suasana kekeluargaan yang hangat juga sangat penting.Sehingga siswa tidak malu untuk ikut aktif dalam pembelajaran.

2.4  Kebaikan dan Kelemahan VCT
2.4.1 Kebaikan-KebaikanValue Clarification Technique (VCT)

Menurut Taniredja (2011) VCT memiliki kebaikan untuk pembelajaran afektif karena:
a)     Mampu membina dan menanamkan nilai dan moral pada ranah internal side.
b)     Mampu mengklarifikasi/menggali dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan selanjutnya akan memudahkan bagi guru untuk menyampaikan makna/pesan nilai/ moral.
c)     Mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa, melihat nilai yang ada pada orang lain dan memahami nilai moral yang ada dalam kehidupan nyata.
d)     Mampu mengundang, melibatkan, membina, mengembangkan potensi diri siswa terutama mengembangkan potensi sikap.
e)     Mampu memberikan sejumlah pengalaman belajar dari berbagai kehidupan.
f)      Mampu menangkal, meniadakan, mengintervensi dan memadukan berbagai nilai moral dalam sistem nilai dan moral yang ada pada diri seseorang.
g)     Memberi gambaran nilai moral yang patut diterima dan menuntun serta memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.

2.4.2    Kelemahan-Kelemahan Value Clarification Technique (VCT)
Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) mempunyai beberapa kelemahan. Terkait hal tersebut, Taniredja (2011:88) menyatakan kelemahan VCT sebagai berikut.
a)     Apabila guru tidak memiliki kemampuan melibatkan peserta didik dengan keterbukaan saling pengertian dan penuh kehangatan maka siswa akan memunculkan sikap semu atau imitasi.
b)     Sistemnilai yang memiliki dan tertanam guru, peserta didik, dan masyarakat yang kurang atau tidak baku dapat mengganggu tercapainya target nilai baku yang ingin dicapai/nilai etik.
c)     Sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam mengajar terutama memerlukankemampuan atau ketrampilan bertanya tingkat tinggi yang mampu mengungkap dan menggali/nilai yang ada dalam diri peserta didik.
d)     Memerlukankreativitas guru dalam menggunakan media yang tersedia dilingkungan terutama yang aktual dan paktual sehingga dekat dengan kehidupan sehari-hari peserta didik.


2.4.3 Cara Mengatasi Kelemahan Value Clarification Technique (VCT)
Berdasarkan kelemahan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) di atas ada beberapa cara untuk mengatasi kelemahan tersebut. Terkait hal tersebut, Taniredja. (2011 :92) mengemukakan beberapa cara dalam mengatasi kelemahan VCT sebagai berikut.
a)               Guru berlatih dan memiliki ketrampilan mengajar sesuai dengan standar kompetensi guru. Pengalaman guru yang berulangkali menggunakan VCT akan memberikan pengalaman yang sangat berharga karena memunculkan model-model VCT yang merupakan modifikasi sesuai kemampuan dan kreativitas guru.
b)          Dalam setiap pembelajaran mengguanakan tematik atau pendekatan kontekstual, antara lain dengan mangambil topik yang sedang terjadi dan ada disekitar peserta didik, menyesuaikan dengan hari besar nasional, atau mengaitkan dengan program yang sedang dilaksanakan pemerintah


SUMBER :




Akmal, Satia. 2012. Makna Demokrasi Untuk Kehidupan Bangsa. Jakarta: CV. Bangun Nusa Depok.
Andi.2011. Microsoft Office 2011.Yogyakarta. CV. ANDI OFFEST.
Arsyad, Azhar.2011. Media Pembelajaran.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Darmawan, Deni. 2011. Teknologi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
Dantes. 2006.Evaluasi dan hasil penilaian proses belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Dimyati.2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Djajari. 2012. Model Pembelajaran Inovatif dan Proses Pembelajaran Konvensional. Jakarta: Balai Pustaka.
Erawati, Widya. 2011.Implementasi Model VCT (Values Clarification Technique) Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Siswa Kelas V Semester 1 SD No. 3 Purwakerthi Kecamatan Abang Kabupaten Karangasem Tahun Pelajaran 2011/2012. Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). Singaraja: Undiksha
Gagne, Robert M. 2003. Prinsip-Prinsip Belajar Untuk Pengajaran. Surabaya: Usaha Nasional.
Gunawan,Rudy. 2011. Pendidikan IPS Filosofi, Konsep dan Aplikasi. Bandung:ALFABETA.
Hamalik, Oemar. 2006. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Indriana, Dana. 2011. Ragam Alat Bantu Media Pengajaran. Jogjakarta: DIVA Press.
Kemdiknas. 2011. Standar Kompetensi dan Kompetensi Standar Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Kemdiknas.
Kertawisastra. 2003. Strategi Pembelajaran dan Proses Pembelajaran. Jakarta: Gramedia.
Kosasih. 2004. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Lasmawan.2006. Macam Gaya Belajar.Singaraja :Undiksha.
Lasmawan. 2010. Menelisik Pendidikan IPS dalam Perspektif Kontekstual-Empiris. Singaraja: Mediakom Indonesia Press Bali.
Maning. 2004. Model Pembelajaran Efektif dan Strategi Proses Pembelajaran. Jakarta :Gramedia.
Moedjiono. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud.
Munawar, Indra. 2009. “Hasil Belajar (Pengertian dan Definisi)”. Tersedia Pada:http://indramunawar.blogspot.com/2009/06/hasil-belajar-pengertian-dan-definisi.html. (diakses tanggal 12 desember  2012).
Rachim, Diana. 2011. Penerapan Model Pembelajaran VCT (Values Clarification Technique) Berbantuan Media VCD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Pada Siswa Kelas V Semester 2 SD N.14 Sesetan Kecamatan Denpasar Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011. Laporan Penelitian (tidak diterbitkan). Undiksha Singaraja.
Sardiman, dkk.2008.Media Pendidikan.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sanaky,AH. 2009. Media Pembelajaran. Yogyakarta:SAFIRIA INSANIA PRESS.
Sanjaya, Wina. 2010. Kurikulum danPembelajaran. Jakarta:Kencana Perdana Media Group.
Sarjono. 2003. Model Pembelajaran dan Teknik Pembelajaran Efektif. Jakarta: Gramedia.
Side, Harsidi. 2009. “Skripsi Penggunaan Media Animasi”. Tersedia Pada:http://Harsidi Side.blogspot.com/2009/06/skripsi-penggunaan media-animasi.html (diakses tanggal 12 desember 2012).
Siswandi, A.N. 2009. Model VCT:Landasan Teori,Kerangka Berfikir dan Hipotesis. Tersedia pada http://nazwadzulfa.wordpress.com/2009/11/14/model-vct-landasan-teori-kerangka-berfikir-dan-hipotesis/. (diakses pada 12 desember 2012).
Sudaryo. 2008. Mendesain Model-model Pembelajaran Inovatif Progresif dan Epektif. Jakarta: Balai Pustaka.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suryani.2004. Motivasi Belajar dan Peningkatan Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.
Taniredja,Tukiran,dkk. 2011. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Bandung : Alfabeta.
UNDANG-UNDANG No.20.2003. Tentang Tujuan Pendidikan Nasional. Jakarta: Sekretaris Negara RI.
Wahab.2007. Evaluasi Pengajaran PKn. Bandung: IKIP Bandung
Winataputra,dkk.2006.Materi dan pembelajaran PKn SD. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka
 

2 komentar:

  1. Bagus, mari sosialisasikan moderl pembelajaran ini untuk pendidikan karakter anak bangsa

    BalasHapus
  2. The Wizard of Odds at the Wizard of Odds at the Wizard of Odds at
    The 의정부 출장마사지 Wizard of Odds at the Wizard 남양주 출장샵 of Odds at the Wizard of Odds 인천광역 출장마사지 at the Wizard of Odds at 광명 출장안마 the Wizard of Odds at the 제천 출장샵 Wizard of Odds at

    BalasHapus